Selasa, 28 April 2015

Kawasan Konservasi Di Jawa Timur

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah taman nasional di Jawa Timur, Indonesia, yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang,Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo. Taman yang bentangan barat-timurnya sekitar 20-30 kilometer dan utara-selatannya sekitar 40 km ini ditetapkan sejak tahun 1982 dengan luas wilayahnya sekitar 50.276,3 ha.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir seluas 5.250 hektar, yang berada pada ketinggian ± 2.100 meter dari permukaan laut.
Di laut pasir ditemukan tujuh buah pusat letusan dalam dua jalur yang silang-menyilang yaitu dari timur-barat dan timur laut-barat daya. Dari timur laut-barat daya inilah muncul Gunung Bromo yang termasuk gunung api aktif yang sewaktu-waktu dapat mengeluarkan asap letusan dan mengancam kehidupan manusia di sekitarnya (± 3.500 jiwa).
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.
Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, daerah Tengger merupakan kawasan hutan yang berfungsi sebagai cagar alam dan hutan wisata. Kawasan hutan ini berfungsi sebagai hutan lindung dan hutan produksi. Melihat berbagai fungsi tersebut, Kongres Taman Nasional Sedunia mengukuhkan kawasan Bromo Tengger Semeru sebagai taman nasional dalam pertemuan yang diselenggarakan di Denpasar,Bali, pada tanggal 14 Oktober 1982 atas pertimbangan alam dan lingkungannya yang perlu dilindungi serta bermacam-macam potensi tradisional kuno yang perlu terus dikembangkan. Pada tanggal 12 November 1992, pemerintah Indonesia meresmikan kawasan Bromo Tengger Semeru menjadi taman nasional.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki tipe ekosistem sub-montana, montana dan sub-alphin dengan pohon-pohon yang besar dan berusia ratusan tahun antara lain cemara gunung, jamuju, edelweis, berbagai jenis anggrek dan rumput langka. Pada dinding yang mengelilingi TN Bromo Tengger Semeru terdapat banyak rerumputan, mentigi, akasia, cemara, dll.
Satwa di Taman Nasional Bromo Semeru :
– Luwak (Paradoxurus hermaphroditus)
– Rusa (Rusa timorensis )
– Kera berekor panjang (Macaca fascicularis)
– Kijang (Muntiacus muntjak)
– Ayam hutan merah (Gallus gallus)
– Macan Tutul (Panthera pardus melas)
– Ajag (Cuon alpinus javanicus)
– Burung alap-alap (Accipiter virgatus)
– Rangkong (Buceros rhinoceros silvestris)
– Elang ular bido (Spilornis cheela bido)
– Srigunting hitam (Dicrurus macrocercus)
– Elang bondol (Haliastur indus)
– Belibis (Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo)
Taman nasional ini adalah salah satu tujuan wisata utama di Jawa Timur. Dengan adanya penerbangan langsung Malang-Jakarta dan Malang-Denpasar diharapkan jumlah kunjungan wisatawan asing maupun domestik akan semakin meningkat. Selain Gunung Bromo yang merupakan daya tarik utama, Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendaki. Meski demikian untuk sampai ke puncak Semeru tidaklah semudah mendaki Gunung Bromo dan para pendaki diharuskan mendapat izin dari kantor pengelola taman nasional yang berada di Malang.
Penggemar hiking disarankan untuk mengambil rute dari Malang karena bisa menikmati keindahan lautan pasir lebih panjang. Start point dapat dimulai dari Ngadas yang merupakan desa terakhir yang berada di dalam kawasan taman nasional serta tempat untuk melengkapi perbekalan terutama persediaan air karena setelah ini tidak akan dijumpai sumber air.

Data Taman Nasional Bromo Tengger Semeru :
Dinyatakan oleh : Menteri Pertanian, tahun 1982.
Ditunjuk oleh : Menteri Kehutanan, SK No. 278/Kpts-VI/97 dengan luas 50.276,2 hektar.
Ditetapkan :
Letak dan Lokasi : Kab. Pasuruan, Kab. Probolinggo, Kab.Lumajang, dan Kab. Malang, Provinsi Jawa Timur.
Temperatur suhu udara : 3° – 20° C.
Curah hujan rata-rata : 6.600 mm/tahun
Ketinggian tempat : 750 – 3.676 m. dpl
Letak geografis : 7°51’ – 8°11’ LS, 112°47’ – 113°10’ BT



 
 
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru



Sumber :


Kawasan Konservasi Di Jawa Tengah

Konservasi Hutan Mangrove Demak

Pemerintah Kabupaten Demak, Jawa Tengah berencana mengoptimalkan pengembangan konservasi hutan mangrove di wilayah pesisir pantai Kecamatan Sayung. Keberadaan ribuan hektar hutan bakau dan ratusan berbagai macam jenis burung yang ada di kawasan terdampak abrasi ini, dinilai berpotensi menjadi satu diantara aset wisata alam untuk menarik daya pikat wisatawan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak, Moh Ridwan, menuturkan, konservasi hutan mangrove yang digagas oleh pemerintah setempat ini berlokasi di Desa Bedono, Surodadi dan Timbulsloko. Potensi alam di wilayah ini, kata dia, akan digarap semaksimal mungkin agar bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat dan kas daerah.
Menurut Ridwan, pada 2015, Pemerintah Provinsi menganggarkan Rp 5 miliar untuk perbaikan infrastruktur menuju obyek wisata Morosari serta Rp 1 miliar untuk pengembangan Morosari. Morosari merupakan salah satu akses menuju konservasi hutan magrove. "Pihak Dirjen di Departemen Kelautan dan Perikanan saja mengatakan jika potensi hutan mangrove di Demak lebih indah dibandingkan di Lengkawi, Malaysia. Ada ratusan burung di sana seperti remutuk laut, cangak merah, kuntul, trinil kaki hijau, cerek jawa dan cekakak sungai. Sudah ada aturan untuk pelarangan membunuh atau menembak burung yang ada di sana," jelas Moh Ridwan, Minggu (16/11/2014).
Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak, Suharto, menuturkan, secara realistis pengembangan konservasi hutan mangrove nantinya akan disinergikan dengan wisata bahari dan wisata religi yang menghubungkan dengan kawasan itu, sebut saja makam Syeh Mudzakir.
Untuk menuju lokasi Taman Mangrove kita harus melewati jalan yang  rusak dan berbatu. Setelah melewati jalan rusak yang cukup panjang, kami harus melewati jalan kecil di tengah laut yang menuju ke Taman Mangrove tersebut. Agak sedikit miris si ketika melewati jalan di tengah laut ini. Selain sempit, ada beberapa track miring sehingga membuat kita semakin ngeri. Suasana di Taman mangrove ini begitu Adem dan sejuk . Tak hanya itu Taman Mangrove ini juga di penuhi dengan satwa liar seperti burung bangau putih dan hitam. Ada juga beberapa perahu kecil yang bergoyang-goyang terkena ombak laut.
Dahulu di daerah konservasi hutan mangrove tersebut terdapat sebuah kampung kecil, namun kemudian kampung tersebut terkena abrasi air laut. Pemerintah lalu melakukan bedol desa dan memindahkan penduduk yang tinggal di sekitar area tersebut ke daerah lain. Namun saat ini disana masih terdapat beberapa kepala keluarga yang tetap memilih tinggal disana meskipun abrasi pantai membuat kerusakan pada rumah mereka. Ketika kesana, akan nampak bekas-bekas rumah yang sudah tidak ditinggali dan termakan oleh abrasi.
Sekitar lima tahun yang lalu memang didaerah itu belum banyak ditumbuhi pohon bakau disekitar bibir pantai. Maka tidak heran jika abrasi pantai didaerah itu cukup memprihatinkan. Namun sekarang ini didaerah tersebut sudah dilakukan konservasi hutan mangrove. Disepanjang bibir pantai sudah banyak tumbuh pohon-pohon mangrove. Selain untuk mencegah abrasi, hutan mangrove juga memiliki peran sebagai ekosistem udang dan ikan-ikan.
Bahkan juga sebagai ekosistem berbagai macam burung. Ketika mengunjungi konservasi hutan mangrove yang ada di Demak, banyak sekali terlihat burung bangau berwarna putih yang hidup bebas di hutan mangrove. Pengunjung dilarang untuk memburu dan menangkapnya. Ada sangsi tegas jika pengunjung melakukan hal tersebut. Sayangnya, kondisi konservasi hutan mangrove disana kurang terjaga kebersihannya. Banyak sekali sampah-sampah yang menyangkut di akar-akar pohon mangrove. Entah darimana asalnya sampah plastik yang mengotori pantai tersebut. Apakah sampah itu memang akibat ulah dari pengunjung yang membuang sampah sembarangan, atau malah jangan-jangan sampah tersebut berasal dari sungai kemudian terbawa arus hingga ke pantai.
Tidak banyak orang yang tahu keberadaan konservasi hutan mangrove di Demak. Karena lokasinya memang cukup terpencil dan jalan menuju kesana pun harus menggunakan sepeda motor atau kendaraan roda empat. Namun belakangan ini berkat social media media seperti instagram, banyak pengunjung yang datang kesana. Mereka umumnya hanya ingin berjalan-jalan kesana melihat hutan mangrove dan sekedar berfoto ria atau bahkan banyak yang menjadikan tempat wisata hutan mangrove sebagai lokasi pacaran. Padahal tempat konservasi hutan mangrove bisa dijadikan sebagai sarana wisata dan edukasi khususnya bagi para pelajar. Sehingga akan timbul kecintaan dengan alam dan semangat untuk melestarikan lingkungan.
Untuk masuk kesanapun tidak mahal, pengunjung hanya dikenakan biaya parkir. Dan untuk masuk ke kawasan hutan mangrove, pengunjung tidak dikenakan biaya retribusi. Disana pengunjung dapat melihat pohon-pohon mangrove yang tumbuh dengan rapat, beton-beton pemecah ombak, dan juga disana terdapat makam Syekh Abdullah Mudzakir.
Meskipun bangunan dan rumah yang ada disekitar bibir pantai mengalami kerusakan parah, namun berbeda dengan makam tersebut. Makam tersebut masih utuh dan berada ditengah laut. Untuk menuju kesana bisa melewati jembatan beton.
Pada hari-hari besar agama Islam biasanya makam tersebut ramai dikunjungi orang-orang dari luar daerah. Ketika berkunjung kesana, jangan lupa mencicipi aneka cemilan dari olahan pohon mangrove. Dan yang ingin berkeliling pantai, bisa mencoba naik perahu nelayan. Biasanya mereka dengan senang akan mengantarkan pengunjung berkeliling pantai, tentunya dengan biaya yang telah disepakati.
Perlu diingat, ketika disana pengunjung tidak boleh merusak pohon mangrove, memburu satwa yang ada disana, serta mengotori lingkungan. Untuk yang kesana berpasangan namun belum menikah, sebaiknya lebih menjaga sikap dan memperhatikan sopan santun. Penduduk setempat tidak segan-segan untuk memberikan teguran dan sangsi jika melihat pengunjung yang tidak mengindahkan peraturan dan tidak menjaga sopan santun. Mari kita jaga bersama kekayaan alam Indonesia, inilah harta yang paling mahal harganya.
                                                                   Taman Mangrove Morosari

 

Sumber :



Kawasan Konservasi DIY

Konservasi Penyu Hijau

Perjalanan menuju pantai Trisik sangat mudah. Anda bisa mulai dari Yogyakarta menuju Kabupaten Bantul ke arah Kecamatan Srandakan. Sesampainya di Jembatan Kali Progo, terus hingga pertigaan Brosot, ambil jalan sisi selatan dan Anda akan menemukan Pantai Trisik yang kondang dengan konservasi penyu milik kelompok "Penyu Abadi".
Selain itu Pantai Trisik juga memiliki sarana yang memadai seperti warung makan dan toilet yang bersih dan tempat pelelangan ikan. Semakin menarik ketika hamparan sawah dan barisan pohon kelapa seperti menyapa Anda. Sesekali Anda bisa juga melihat petani membajak sawah secara tradisional dengan menggunakan kerbau. Burung Kuntul putih pun ikut meramaikan suasana sawah yang hijau itu.
Sayangnya, ada beberapa hal yang luput dari perhatian pemerintah daerah dan penduduk lokal. Tempat ini seharusnya bisa dibangun bersama-sama. Tak hanya menawarkan keindahan panorama pantai, aktivitas nelayan juga bisa dijual sebagai daya tarik wisata alternatif. Selain itu, masakan laut khas Pantai Trisik juga bisa dijadikan pemikat wisatawan. Ada juga konservasi penyu disini. Tempat ini bisa dijadikan sarana belajar bagi siswa yang berkunjung. Meskipun penting, upaya pelestarian penyu ini masih belum dianggap serius. Bisa jadi ketidakseriusan itu disebabkan minimnya pengetahuan tentang cara mengelola tata ruang di sekitar pantai.

 
Pantai Trisik

Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB) sejak terbentuk tahun 2002 sampai 2012 sudah melepasliarkan 5300 lebih Penyu dan Tukik (Anak Penyu) kembali kehabitanya. Setiap tahun FKPB yang berlokasi di pesisir Pantai Samas, bersama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Lembaga Swadaya Lingkungan dan elemen masyarakat melepasliarkan Peny dan Tukik berkisar antara 150 hingga 300. Di hamparan pantai ini, sering digunakan sebagai lokasi bertelur sejumlah penyu langka seperti Penyu Hijau, Penyu Sisik, Penyu Blimbing, dan Penyu Lekang.
Ketua Forum Konservasi Penyu Bantul, Rudito saat ditemui mongabay.co.id, pada Jumat, 10 Agustus 2012, mengatakan, sebelum terbentuknya FKPB, berburu telur-telur penyu di sepanjang hamparan pantai tersebut sering dilakukan oleh nelayan setempat untuk berbagai keperluan. “Namun, kami sadar akan kepunahan penyu, berkumpulnya sejumlah nelayan pantai Samas tahun 2002 bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta serta sejumlah lembaga swadaya lingkungan maka dibentuklah FKPB ini.” ungkap Rudito.
Populasi Penyu di Indonesia setiap tahunnya semakin menurun. Kepedulian masyarakat maupun keseriusan pemerintah, khususnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menjadi tugas bersama untuk menjadikannya satwa dilindungi ini tetap lestari.  “Kami memang kesulitan pada sektor pendanaan perawatan untuk kegiatan konservas ini, tidak ada bantuan pendanaan untuk perawatan dari pemerintah, kami selalu menggunakan dana sumbangan masyarakat atau dana pribadi. Akan tetapi, itu semua tidak masalah, karena kami tidak ingin satwa penyu hilang, dan penyu harus terus lestari” kata Rudito.
Tahun 2009, Prof. IB Windia Adnyana ahli penyu dari Universitas Udayana Bali pernah menyatakan bahwa populasi penyu di Indonesia menurun 20 hingga 30 persen setiap tahunnya. Menurut guru besar tersebut, jumlah populasi penyu hijau (Chelonia mydas) ditaksir mendekati angka 35 ribu ekor di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah penyu sisik (Eretmochelys imbricata) separuh dari jumlah populasi penyu hijau. Tahun 2012 ini populasi penyu di Indonesia diperkirakan telah berkurang hingga 50%.
Ada beberapa faktor penyebab turunnya populasi penyu. Berdasarkan survei yang dilakukan ProFauna Indonesia  di sejumlah daerah, seperti Surabaya, Jakarta, Denpasar, Malang, Palembang, Yogyakarta, Medan, dan Lampung, memaparkan bahwa setidaknya 50 restoran di Indonesia menyuguhkan aneka menu daging satwa liar termasuk penyu. Selain itu, pemanfaatan telur penyu untuk dijual-belikan, kulitnya dimanfaatkan untuk dijadikan cenderamata, serta penggunaan penyu hijau yang diformalin dan diperdagangkan ke luar negeri.
Menurut Kusmardiastuti, selaku fungsional Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), DI Yogyakarta, mengatakan, memang BKSDA tidak memiliki pendanaan untuk perawatan secara langsung untuk konservasi penyu, untuk diberikan terhadap individu, badan hukum atau koperasi yang terlibat dalam konservasi penyu. “ Kami memberikan bantuan dalam bentuk seperti pembangunan kolam penangkaran atau mengeluarkan Berita Acara Pelepasliaran (BAP), karena penyu sebagai satwa dilindugi, dan itu memang sudah menjadi kewenangan kami,” Astuti menjelaskan.
Kedepan BKSDA akan berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan terkait kegiatan pelepasliaran dan perawatan lokasi konservasi penyu, hal ini diharapkan dapat menjadi menjaga kelestarian satwa khususnya penyu yang merupakan satwa dilindungi dan terancam kepunahannya.
Untuk para penikmat wisata alam yang menyukai kegiatan yang bermanfaat, berkunjung ke konservasi penyu hijau di Bantul dapat menjadi alternatif wisata menarik selama menghabiskan waktu liburan Anda ketika sedang berada di Jogja. Ya, di kawasan selatan kota gudeg ini Anda akan menemukan konservasi penyu Mino Raharjo yang beralamatkan di daerah Kepatihan, Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Bantul. Namun demikian, konservasi penyu di pesisir Bantul tersebar dalam beberapa wilayah, seperti di daerah Mancingan, Samas, Goa Cemara dan Ngentak.
Kegiatan konservasi penyu tak hanya melakukan penyelamatan pada para induk penyu yang terdampar saja, namun juga melakukan penetasan telur hingga menjadi tukui yang siap lepas. Jika menemukan induk yang sedang sakit, para pahlawan konservasi akan menangkap dan merawat induk penyu di tempat khusus, seperti halnya yang dilakukan oleh konservasi penyu Mino Raharjo. Induk yang sedang sakit dirawat dan dikarantina sementara dalam bak fiber raksasa yang diberi media air. Tak jarang pula ditemukan induk penyu yang kondisi fisiknya menurun setelah cukup lama berada di da daratan untuk bertelur.

 
                                                                                       Proses penetasan telur

Sedangkan untuk tempat penetasan telur, konservasi penyu Mino Raharjo menggunakan media berupa sarang buatan. Ya, setelah menyelamatkan puluhan hingga ratusan telur, kemudian telur ini dieramkan dalam sarang buatan, tak lupa pula diberi tanggal ditemukan (TDT) dan tanggal perkiraan menetas (TPM). Telur penyu akan menetas setelah 50 hingga 60 hari terhitung sejak tanggal ditemukannya. Selama dalam perawatan, telur penyu diawasi dan dirawat dengan rutin, seperti menyiram sarang telur dengan air laut setiap kali sarang terlihat kering.

 
Telur yang sudah menetas

Di hari ke-50 telur penyu akan menetas dan satu per satu tukik akan keluar dari sarangnya. Untuk menghindarkan tukik kekeringan dan mengurangi resiko kematian, tukik-tukik tersebut harus segera dipindahkan ke dalam styrofoam yang telah diisi air laut secukupnya. Setelah dipindahkan dalam styrofoam, kotak berisi tukik yang baru saja menetas ini harus ditempatkan di tempat yang gelap. Hal ini dilakukan agar tukik-tukik tidak banyak bergerak, sehingga tidak kelelahan ketika dilepas ke laut. Proses adopsi pun dilakukan paling lama hanya sehari setelah penetasan agar kondisi tukik masih sehat ketika dilepas ke alam bebas, dalam hal ini adalah laut lepas. Adopsi dimaksudkan untuk menggalang partisipasi masyarakat dalam bentuk dana segar demi membantu keberlangsungan kegiatan konservasi penyu itu sendiri sekaligus memberikan pendidikan pelestarian alam pada masyarakat luas.

Sumber :