Minggu, 04 November 2012

Perkembangan Arsitektur Tradisional di Nusantara




               Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kotaperancangan perkotaanarsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunandesain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.
               Bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri.
                Arsitektur tradisional adalah suatu bangunan yang  bentuk,struktur ,fungsi,ragam hias dan cara pembuatannya diwariskan secara turun temurun serta dapat di pakai untuk melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya.  Dalam rumusan arsitektur dilihat sebagai suatu bangunan, yang selanjutnya dapat berarti sebagai suatu yang aman dari pengaruh alam seperti hujan, panas dan lain sebagainya. Suatu bangunan sebagai suatu hasil ciptaan manusia agar terlindung dari pengaruh alam, dapatlah dilihat beberapa komponen yang menjadikan bangunan itu sebagai tempat untuk dapat melakukan aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. 

Ciri Arsitektur Tradisional
                 Mengingat norma, kaidah, dan tata nilai dalam masa kini masih banyak kemungkinan berubah maka dalam usaha mencari identitas budaya yang dapat diterapkan pada bangunan baru disarankan sebagai berikut. Arsitektur yang mempunyai identitas yang sedikit atau tidak dipengaruhi oleh perubahan norma tata nilai. Ciri-ciri ini dalam Arsitektur Tradisional untuk diterapkan pada bangunan baru.
                 Iklim merupakan factor yang tidak berubah (relative) Indonesia beriklim tropis panas dan lembap. Karena letaknya di sekitar khatulistiwa antara garis-garis lintang utara dan selatan maka sepanjang tahun sudut jatuhnya sinar matahari tegak lurus, hal mana mengakibatkan suhu yang selalu panas. Ciri Arsitektur Tradisional yang berkaitan dengan iklim yang panas misalnya atap yang mempunyai sudut yang tidak terlalu landai.
                 Disamping itu ruang-ruang yang terbuka, dimana dinding tidak menutup rapat ke bidang bawah atau lanmgit-langit memungkinkan ventilasi yang leluasa, hal mana mempertinggi comfort dalam ruang. Dinding atau bidang kaca yang berlebihan, apalagi tidak di lindungi terhadap sinar matahari langsung, dan hujan tidak sesuai untuk iklim tropis.
                Kita sering menggunakan air conditioning untuk ruang-ruang yang jika direncanakan dengan tepat sebenarnya tidak memerlukannya. Energy yang diperlukan untuk air conditioning cukup besar. Dalam Negara yang sedang menganjurkan hemat energy, hendaknya penggunaan air conditioning juga dibatasi. Rumah Tradisional Jawa dan Bali merupakan open air habitation.


                Di negeri ini istilah "Arsitektur Nusantara" pernah menjadi sangat asing, karena di Indonesia pandangan tentang arsitektur sebagai keilmuan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dari semula mewarisi pandangan pendidikan arsitektur kolonial Belanda “bouwkunde” (ilmu bangunan gedung —yang di masa lalu, bahkan sering disempit-artikan sebagai struktur, konstruksi, gedung atau bouw), beranjak-ingsut ke pandangan yang melihat arsitektur sebagai “ilmu perancangan lingkungan binaan”. Meski demikian, tampaknya sekarang arsitektur cenderung dimasukkan sebagai objek kajian yang berdimensi lebih kompleks dan berskala lebih luas daripada sekedar “ilmu perancangan bangunan tunggal” atau ilmu tentang ”seni bangunan”. Muncul berbagai pradigma keilmuan baru dari yang sangat kultural sampai ke yang sangat saintifik.

                Ketika makin banyak keberagaman etnografis yang ditemukan pada ciri arsitektur di Indonesia dan di negeri-negeri tetangga, maka pemahaman “Nusantara” dalam kajian arsitektur pun mengalami kontekstualisasi: dari sebuah “wilayah politik” berkonotasi “Indonesia” menjadi “ruang budaya”, tergelar luas dari Barat ke Timur mulai dari negeri-negeri Asia Tenggara daratan, Aceh sampai dengan kepulauan di Timur Papua; dari Utara ke Selatan mulai dari Kepulauan Jepang sampai kompleks Pulau Rote. Jauh lebih luas daripada ”pengertian tradisional” batas wilayah politik Indonesia.
Karena itu, diperlukan pendekatan tersendiri untuk memahami keadaan dan karakteristik budaya arsitektur Nusantara dalam rentang waktu yang panjang. Dalam hal ini tampaknya ”ruang budaya” mempunyai peluang yang cukup luas untuk menguak kembali kesatuan kebudayaan arsitektural di wilayah ini. Kesatuan kebudayaan arsitektural, yang seyogyanya dipandang tetap terdiri dari satuan-satuan individu yang tak boleh kehilangan lokalitas atau kesetempatannya.

                 Pergeseran pandangan pun terjadi pada tataran epistemologi. Menyusuli keterbukaan kalangan arsitek akademis di Eropa dan Amerika sejak awal 1970-an terhadap keberadaan arsitektur “rakyat” (vernacular architecture) yang senantiasa eksis di luar “ekonomi formal” atau “high society”, sejak lama berbagai kalangan di Indonesia pun mulai menyadari keberadaan “Arsitektur (Rakyat) Nusantara”. Ia eksis di samping suatu ragam “arsitektur industrialistik-skolastikal”, yang dibentuk di ruang rapat para petinggi keilmuan, di ruang seminar para calon doktor dan master, di bangku-bangku kuliah atau di studio para konsultan profesional.

                Indonesia sendiri sebenarnya memiliki potensi lewat karya arsitektur bangunan. Pada jaman pemerintahan Presiden Sukarno, telah dibangun gedung-gedung seperti gedung DPR/MPR, Stadion Senayan, Gedung Sarinah, Wisma Nusantara dan banyak lagi. Mestinya pemerintah sekarang dapat mengelola warisan sejarah ini untuk menggerakkan ekonomi kota,

SUMBER:

DAMPAK DARI PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TANGGUNG JAWAB ARSITEK DAN MASYARAKAT






              MELIHAT kenyataan yang ada pada saat ini, terasa sangat sukar untuk menentukan jalan yang terbaik bagi perkembangan arsitektur. Begitu hebatnya arsitektur, meluncur secara cepat dengan gaya dan bentuk-bentuk barunya, mencoba menerjang arsitektur yang ada di negara kita. Sebaliknya, para arsitek kita (tidak semuanya) mencoba mengangkat dirinya sejajar arsitek besar semacam Le Corbusier, Frank Llyod Wright, Mies van der Rohe, dan sebagainya.
Usaha untuk mencari identitas nasional saat ini mulai berkembang, tidak hanya pada masalah kepribadian manusia tetapi juga arsitektur bangunannya. Bahkan Gubernur Jawa Tengah Ismail pada waktu itu, memerintahkan agar atap Rumah Sakit Prof. Margono Sukardjo di Purwokerto diubah atapnya menjadi atap joglo, sedangkan bangunan itu mempunyai gaya arsitektur Yunani, sungguh berani kebijakan Gubernur tersebut (Tempo 1 September 1984). Pada hal permasalahan yang nampak di sini adalah masalah arsitektur bukan masalah sosial dan kepribadian lagi, tapi karakter yang nantinya akan selalu dibawa oleh bangunan itu sesuai dengan bentuk dan fungsinya. Perancangan bangunan saat ini bukan memodernisir arsitektur, arsitektur adalah pemecah masalah. Di samping itu, juga ada unsur-unsur bentuk, pola, gaya, karakter, filosofi, dan sebagainya.

             Kalau kita lihat sejenak akan perkembangan arsitektur di Indonesia dewasa ini, maka sudah banyak bermunculan bangunan dengan corak dan ragamnya. Bentuk-bentuk spanyolan dengan kolom-kolom korintian bermunculan di kota-kota besar dan pelosok-pelosok desa, bahkan rumah-rumah BTN-pun yang mungkin masa pembayarannya belum lunas dirombak besar-besaran untuk diganti dengan model spanyolan. Sebagian besar bentuk spanyolan masih berfungsi dalam pengertian yang tidak lengkap, mungkin kita bisa bertanya dalam hati, dari mana jalurnya?
               Belum terlihat adanya penafsiran tentang ruang hidup dalam sebuah rumah tinggal, pada umumnya memang sulit karena tidak meratanya kebiasaan hidup pada masyarakat Indonesia. Di kota-kota besar, sejumlah rumah sudah mengikuti konsep Corbusier, namun kadang-kadang masih juga terganggu oleh kebiasaan-kebiasaan yang tidak biasa diterapkan di situ. Paling parah dari arsitektur rumah tinggal ini adalah caranya berkembang dan pertumbuhan coraknya. Hampir semua arsitek mengeluh karena tempatnya tidak karuan, bentuknya yang campur aduk.
Pembaruan dari konsep perancangan bukan berarti pembauran komponen bangunan yang hanya mengambil komponen dari berbagai macam langgam lain, maka akan menjurus pada “arsitektur eklektis”.

             Arsitektur hadir sebagai hasil persepsi masyarakat yang memiliki berbagai kebutuhan. Untuk itu, arsitektur adalah wujud kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya, sehingga perkembangan arsitektur tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Pada saat ini, ketika perkembangan budaya dan peradaban sudah sedemikian maju, maka perkembangan arsitektur – terutama di Indonesia – nampak berjalan mulus tanpa ada saringan yang cenderung menghilangkan jatidiri.
             Arsitek sebagai salah satu penentu arah perkembangan arsitektur di Indonesia dituntut untuk lebih aktif berperan dalam menentukan arah dengan pemahaman terhadap nilai dan norma yang hidup di masyarakat sebagai tolok ukurnya. Selain itu, diperlukan pula kreativitas untuk menjabarkan rambu-rambu tradisional – sebagai suatu konsep yang telah lama dimiliki masyarakat – ke dalam bentuk-bentuk yang akrab dengan lingkungan dan mudah dicerna apa makna serta pesan yang akan disampaikan.
             Pada saat ini terasa sulit membedakan mana karya yang baik dan cocok untuk Indonesia, karena perkembangan arsitektur cenderung mengarah pada gaya ‘internasional’ yang tidak mempunyai ‘jati diri indonesiawi’-nya.


SUMBER : 






Sabtu, 03 November 2012

DAMPAK PERKEMBANGAN ARSITEKTUR



BAB I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

                Di dalam perkembangan arsitektur,setiap pembangunan memiliki permasalahan-permasalahan tersendiri,diantaranya adalah permasalahan pasca huni. Banyak sekali bangunan-bangunan yang sudah selesai di bangun namun tidak berfungsi dengan baik,ada pula bangunan yang setelah dibangun tidak sesuai dengan harapan baik dari segi estetika maupun dari segi kekuatan bangunan, selain itu tak jarang pula bangunan yang sedang dalam proses pembangunan berhenti di tengah jalan ,hal ini biasanya dikarenakan kekurangan biaya dalam pembangunan.
Di sini lah peran arsitek sangat dibutuhkan, seorang arsitek harus mampu membangun sebuah bangunan sesuai dengan fungsinya tanpa mengesampingkan keindahan dan kekuatan bangunan, dan juga seorang arsitek harus mampu merencanakan secara matang anggaran yang harus dikeluarkan agar dalam proses pembangunan tidak mendapatkan halangan yang berarti.

RUMUSAN MASALAH

Macam-Macam Permasalahan Bangunan Pasca Huni
Penyebab Permasalahan Bangunan Pasca Huni
               
TUJUAN

Mengetahui Macam-Macam Permasalahan Bangunan Pasca Huni
Dapat Mengetahui Dan Mengatasi Penyebab Permasalahan Bangunan Pasca Huni

BAB II. TINJAUAN TEORI

                Alasan mengevaluasi permasalahan pasca huni, didasari keinginan untuk mengetahui dampak dari desain arsitektur bangunan dalam beberapa periode tahun pembangunannya terhadap penghuninya. Hal ini penting untuk mengetahui performa bangunan rusunawa termasuk didalamnya fungsi dan ketersediaannya fasilitas. Evaluasi pasca huni pada rusunawa di DKI Jakarta adalah untuk mengetahui persepsi penghuni terhadap perkembangan performa desain arsitektur bangunan rusunawa berdasarkan beberapa periode pembangunan. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk memperbaiki desain rusunawa masa yang akan datang. Tujuan dari evaluasi pasca huni adalah untuk : 
Menghasilkan dasar pertimbangan terhadap desain arsitektur bangunan rumah susun yang sesuai dengan standar pembangunan gedung, kenyamanan penghuni dan optimasi biaya pengelolaan sehingga bangunan yang dibangun sesuai dengan fungsinya

Meminimalkan permasalahan dan kekeliruan dalam perancangan, sehingga desain dan penggunaan bahan bangunan yang dihasilkan pada masa yang akan datang menjadi lebih baik dan lebih hemat biaya

                Berdasarkan analisis terhadap hasil observasi dan pengamatan dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa perkembangan arsitektur baik dari kebutuhan akan jenis program ruang, besaran dan ukuran ruang serta penggunaan material/bahan bangunan dalam beberapa periode, semakin lama menjadi lebih baik dan dengan semakin membaiknya perkembangan arsitektur,permasalahan dan kekeliruan dapat diminimalkan.




BAB III. METODOLOGI

                 Keberadaan karya arsitektur harus dapat membawa makna manifestasi kehidupan dalam bentuk/ekspresi.
Maka dari itu karya arsitektur harus mengandung:

Keindahan 
Kekuatan 
Keteduhan 
Keharmonisan 
Keamanan 

Dalam fisik bangunan keterpaduan:

Fungsi 
Tata ruang 
Struktur 
Kenyamanan 
Interior 
Mekanikal/ elektrikal 
Utilitas 
Bentuk 

Karya arsitektur berhasil maka: 

Terjadi KOMUNIKASI arsitektur yang serasi antara karya arsitektur dengan pengguna/ pengamat.

           Komunikasi arsitektur terjadi bila mencakup dua hal:

Bagaimana karya suatu arsitektur dapat mengekspresikan fungsi dan misi yang dikandungnya 
Bagaimana pengamat menyadari , memahami, dan menerima apa yang di komukasikan oleh karya arsitektur, kemudian membuat respon terhadap ekspresi karya arsitektur. 

Sedangkan tingkat persepsi dan penafsiran karya arsitektur yang dilakukan pengamat/pengguna tergantung:

Tingkat pengalaman 
Kemampuan pribadi 
Faktor emosional 
Sosio kultural pengamat 

Metode penelitian
Penelitian dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengumpulkan, mencatat, dan menganalisa fakta-fakta mengenai suatu masalah. Penelitian diadakan dengan tujuan pokok, yakni menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk mengungkap fenomena sosial atau alami tertentu. Untuk mencapai tujuan pokok ini peneliti merumuskan hipotesa, mengumpulkan data, memproses data, membuat analisa, dan interpretasi.
Beberapa prosedur yang harus dilakukan sebagai pedoman pelaksanaan suatu penelitian adalah sebagai berikut: 
1. Merumuskan persoalan dengan jelas
2. Menentukan sumber informasi
3. Menentukan metode pengumpulan data dan cara memperoleh informasi
4. Pelaksanaan riset
5. Pengolahan data
6. Menyusun laporan



BAB IV. STUDI KASUS

                Ada beberapa contoh permasalahan bangunan pasca huni,diantaranya adalah:
Konstruksi Menara Saidah bermasalah sejak awal

Konstruksi Menara Saidah ternyata sudah bermasalah sejak awal pembangunan. Hal itu diduga menjadi penyebab munculnya rumor bahwa posisi Menara Saidah miring.


Bangunan Mall Di Medan Terancam Rubuh

Sebagian besar bangunan bertingkat seperti hotel, mall atau plaza di Medan diduga bermasalah dan rawan rubuh, karena pembangunannya tidak melibatkan ahli konstruksi.



BAB V. PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus di atas, dapat dijelaskan bahwa:

- Permasalahan  yang ada karena kurangnya pengawasan yang baik terutama pada bagian konstruksi. Padahal konstruksi merupakan faktor utama berdirinya sebuah bangunan, maka dari itu harus ada pengawasan yang baik pada konstruksi.
- Hampir 70 persen pengembang bangunan di Sumut tidak menggunakan atau melibatkan jasa konstruksi dalam pembangunan sehingga dikhawatirkan bermasalah. Salah satu contoh gedung bangunan plaza di Medan yang ditemukan mengalami penurunan pada bangunannya dan akhirnya meminta tolong ke ahli konstruksi . JIka saja dari awal konstruksi bangunan tidak dirancang, maka akan timbul masalah seperti itu. Selain bisa membahayakan keselamatan juga merugi karena biaya memperbaiki atau mengatasi permasaahan struktur bangunan itu lebih mahal dibanding ketika merancang sejak awal bangunan.



BAB VI. PENUTUP

               
KESIMPULAN

Berdasarkan tulisan di atas dapat disimpulkan bahwa banyak bangunan yang sudah selesai dibangun namun tidak berdiri dengan baik,sehingga semuanya sia-sia bahkan merugikan pemiliknya karena selain sudah mengeluarkan biaya yang besar ketika membangun,si pemilik ini pun harus mengeluarkan biaya kembali untuk memperbaiki bangunannya yang mungkin lebih besar dari biaya saat membangun sejak awal.

SARAN

Dari tulisan di atas,ada saran yang ingin saya sampaikan. Sebelum merancang bangunan, hal utama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan dengan matang hal-hal penting terutama sistem konstruksinya, karena syarat utama bangunan dapat berdiri adalah dengan sistem konstruksi yang baik.


SUMBER :
                                http://karyailmiah.tarumanagara.ac.id/index.php/TMTP/article/view/3883
                                http://febyoktora-archi.blogspot.com/2011/04/metode-perancangan-arsitektur.html
                                http://antariksaarticle.blogspot.com/2011/10/metode-pelestarian-arsitektur.html
                                http://www.iyaa.com/berita/regional/sumatera/2231138_1195.html