Selasa, 09 Juni 2015

Kawasan Konservasi International


                                Konservasi Arsitektur Colosseum
Colosseum adalah sebuah peninggalan bersejarah berupa arena gladiator, dibangun oleh Vespasian. Tempat pertunjukan yang besar berbentuk elips yang disebut amfiteater atau dengan nama aslinya Flavian Amphitheatre, termasuk salah satu dari Enam Puluh Sembilan Keajaiban dunia pertengahan.


Situs ini terletak di kota kecil di Italia, Roma, yang didirikan oleh Walikota Vespasian pada masa Domitianus dan diselesaikan oleh anaknya Titus, serta menjadi salah satu karya terbesar dari arsitektur Kerajaan Romawi yang pernah dibangun. Colosseum dirancang untuk menampung 50.000 orang penonton. Rekonstruksi Colosseum dimulai dari perintah Raja Vespasian tahun 72 M dan terselesaikan oleh anaknya Titus pada tahun 80 M.
Colosseum didirikan berdekatan dengan sebuah istana megah yang sebelumnya dibangun Nero, yang bernama Domus Aurea yang dibangun sesudah kebakaran besar di Roma pada tahun 64 M. Dio Cassius seorang ahli sejarah mengatakan bahwa ada sekitar 9000 hewan buas yang telah terbunuh di 100 hari sebagai perayaan peresmian dan pembukaan Colosseum tersebut. Lantai dari arena Colosseum tertutupi oleh pasir untuk mencegah agar darah-darah tidak mengalir kemana-mana.
Bangunan tersebut digunakan untuk menyimpan berbagai macam jenis binatang sampai pada tahun ke 524. Dua gempa bumi pada tahun 442 dan 508 menyebabkan kerusakan yang parah pada bangunan tersebut. Di Abad pertengahan, Colosseum rusak sangat parah akibat gempa bumi lagi yakni pada tahun 847 dan 1349 dan dijadikan sebagai benteng dan sebuah gereja juga didirikan disana. Banyak batu marmer digunakan untuk melapisi dan membangun kembali bagian-bagian Colosseum yang telah rusak karena terbakar.


Pada abad 16 dan 17, keluarga-keluarga Roman menggunakan Colosseum sebagai tempat pengambilan batu marmer untuk konstruksi bangunan St. Peter’s Basilica dan kediaman khusus palazzi, keluarga Roman. Pada tahun 1749, ada sebuah bentuk dari pemeliharaan Colosseum. Paus Benediktus XIV melarang untuk menggunakan Colosseum sebagai tempat penambangan. Pada tahun 2000 ada sebuah protes keras di Itali dalam rangka menentang penggunaan hukuman mati untuk negara-negara di seluruh dunia (di Italia, hukuman mati dihapuskan pada tahun 1948). Beberapa demonstran memakai tempat di depan Koloseum.
Sejak saat itu, sebagai sebuah isyarat menentang kapitalis tersebut, penduduk lokal mengganti warna Colosseum di malam hari dari putih menjadi emas dengan menggunakan penerangan berupa lilin dan lampu neon sampai pada saat dimana seluruh dunia menghapuskan tindakan penghukuman mati itu. Colosseum pada umumnya digunakan untuk acara-acara umum seperti pertandingan gladiator. Saat ini Colosseum digunakan untuk tujuan agama.
Beberapa upacara Roma Katolik, seperti yang melibatkan Paus Yohanes Paulus II. Ada salib berserakan di berbagai wilayah sekitar arena. Selama Jumat Bagus, Paus biasanya memimpin prosesi yang disebut Salib.
Arena tempat para budak zaman Romawi diadu dengan gladiator dan binatang buas ini mendapat guyuran dana 33 juta dolar AS dari produsen kulit ternama Italia, Tod's. Duit sebesar itu akan menjadikan proyek renovasi Colosseum sebagai yang terlengkap sepanjang sejarah Italia. Hasilnya bisa dibilang memuaskan, karena para konservator berhasil mengubah warna dasar arena berdarah itu. Dari tadinya cokelat gelap menjadi krem pucat.

Sumber :

Kawasan Konservasi Arsitektur Di ASEAN

                          Kawasan Konservasi Bagan, Myanmar
Bagan adalah primadona wisata Myanmar. Kota tua ini memiliki lebih dari 2.000 candi, biara, dan pagoda. Sebenarnya, aktivitas yang sempurna untuk menyaksikan keindahan Bagan adalah dengan naik balon udara. Sayang, tarifnya mahal, sekitar 350 dolar Amerika untuksekalinaik.

             Kerajaan Pagan (sekarang Bagan) pada pertengahan abad ke-9 merupakan ibu kota dari kerajaan pertama di Myanmar. Pada abad ke-11 hingga 13, Bagan membangun lebih dari 10 ribu kuil Buddha, pagoda, dan biara. Kini hanya tersisa sekitar 2.200. Bagi pengunjung, 2.200 adalah jumlah yang sangat besar. Bangunan-bangunan kuno tersebar di hampir seluruh penjuru Bagan. Sayangnya, tempat yang bersejarah ini tidak masuk dalam daftar UNESCO World Heritage Site karena beberapa bangunan sudah dipugar tanpa memperhatikan aspek sejarah.


Bagan kota seribu kuil yang berada di Myanmar merupakan salah satu situs arkeologi terkaya di Asia Tenggara. Myanmar yang terkenal akan sebutan negeri seribu candi, demikian sebutannya karena adanya ribuan candi yang berada di negara yang dulunya dikenal dengan sebutan negara Burma. Bagan sebuah kota kuno yang berada di wilayah Mandalay Burma (Myanmar) dihiasi dengan pemandangan ribuan candi – candi tua dengan berbagai ukuran, ribuan pagoda kuno, stupa, kuil, aula pentahbisan dan monumen. Kuil Baganadalah salah satu situs arkeologi terkaya di Asia Tenggara Berbeda dengan candi – candi lainnya di kawasan Asia. Kota seribu kuil ini memiliki 2 ciri khas warna, yaitu warna putih dan warna merah bata. Candi di Bagan berukuran cukup besar karena digunakan sebagai tempat pemujaan dan mempresentasikan Gunung Meru, salah satu simbol Dewa dan dibangun sebagai tempat ibadah dan belajar bagi para pengikut ajaran Budha dari kawasan Asia, termasuk India, selama kurang lebih 5 abad sejak awal didirikan. Destinasi wisata di KotaBagan yang menarik minat wisatawan antara lain adalah Htilominlo, Shwedagon Pagoda, Mandalay Palace, serta Danau Inle yang eksotis.

Old Bagan dan New Bagan


Old Bagan
Kota Bagan sesungguhnya terbagi dari 2 bagian. Bagan kota lama dan Bagan kota baru. Dulunya semua pemukiman berada didaerah kota lama dimana terdapat stupa-stupa tersebut. Tahun 90’an, mereka dipindahkan ke Bagan baru (New Bagan) untuk menjadi pemukiman baru. Perbedaannya sangat menonjol didua tempat ini. Bagan Baru adalah daerah baru, dengan banyak hotel. Tidak ramai daerahnya dikelilingi pemukiman. Bagan lama (Old Bagan) daerah dengan dikelilingi pusat pemerintahan dan beberapa stupa disekitarnya. Beberapa hotel dan pertokoan juga kita temukan didaerah ini.


New Bagan



Kuil Ananda juga menarik untuk diamari mural yang ada dibeberap dindingnya. Muralnya masih terjaga dengan baik.Dikatakan oleh Thein bahwa kuil Anandadibangun pada masa awal-awal dinasti Pagan yang ada di Bagan, mungkin sekitaran abad 1100’an. Kuil Ananda memiliki 4 patung Buddha warna keemasan disetiap sisi penjuru mata angin, dengan posisi tangannya yang berbeda. 
Kemudian kita juga bisa ke kuil  Thatbyinnyu dikenal sebagai kuil kemahatahuan dan berasal dari 1144 Masehi. Kuil yang cukup tinggi dengan tinggi sekitaran 60’an meter. Lalu kita ke  kuil terbesar Damayangyi, yang terkenal dengan struktur bangunannya yang unik mirip piramida. Candi ini dibangun  tahun 1170 Masehi.


Tujuan konservasi :
Kota Bagan Beragam akan Sejarah, bahkan dijuluki kota seribu stupa. dalam segi Arsitektur dan kebudayaan kota bagan, Myanmar patut dijadikan kawasan konservasi. karena, bergantinya dinasti dan zaman, seni mereka akan hilang diakibatkan oleh manusia. Beberapa bagian dari mural, bahkan dicongkel oleh manusia.Upaya restorasi harus lebih dimaksimalkan. Karena jika tidak batu atau candi akan punah dan tidak ada sejarah didalmnya yang mengakibtkan sejarah itu mati. Akan lebih baik jika kawasan ini di konservasi. Sehingga budaya dan benda pusaka tetap terjaga oleh Ahlinya, dan sejarah akan tetap terjaga. saat ini UNESCO belum memasukan Bagan sebagai World Heritage Site. Sampai saat ini, saya membaca bahwa Bagan Archaeological Zone masih dalam daftar tentative list UNESCO. Mereka mengajukannya pada tahun 1996.  Masih butuh proses yang panjang lagi.

Sumber :
            http://www.republika.co.id/berita/koran/leasure/15/03/03/nkmukf11-menyingkap-pesona-myanmar
            http://exlastrue.blogspot.com/2015/06/kawasan-konservasi-bagan-myanmar.html

Selasa, 28 April 2015

Kawasan Konservasi Di Jawa Timur

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah taman nasional di Jawa Timur, Indonesia, yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang,Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo. Taman yang bentangan barat-timurnya sekitar 20-30 kilometer dan utara-selatannya sekitar 40 km ini ditetapkan sejak tahun 1982 dengan luas wilayahnya sekitar 50.276,3 ha.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir seluas 5.250 hektar, yang berada pada ketinggian ± 2.100 meter dari permukaan laut.
Di laut pasir ditemukan tujuh buah pusat letusan dalam dua jalur yang silang-menyilang yaitu dari timur-barat dan timur laut-barat daya. Dari timur laut-barat daya inilah muncul Gunung Bromo yang termasuk gunung api aktif yang sewaktu-waktu dapat mengeluarkan asap letusan dan mengancam kehidupan manusia di sekitarnya (± 3.500 jiwa).
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.
Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, daerah Tengger merupakan kawasan hutan yang berfungsi sebagai cagar alam dan hutan wisata. Kawasan hutan ini berfungsi sebagai hutan lindung dan hutan produksi. Melihat berbagai fungsi tersebut, Kongres Taman Nasional Sedunia mengukuhkan kawasan Bromo Tengger Semeru sebagai taman nasional dalam pertemuan yang diselenggarakan di Denpasar,Bali, pada tanggal 14 Oktober 1982 atas pertimbangan alam dan lingkungannya yang perlu dilindungi serta bermacam-macam potensi tradisional kuno yang perlu terus dikembangkan. Pada tanggal 12 November 1992, pemerintah Indonesia meresmikan kawasan Bromo Tengger Semeru menjadi taman nasional.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki tipe ekosistem sub-montana, montana dan sub-alphin dengan pohon-pohon yang besar dan berusia ratusan tahun antara lain cemara gunung, jamuju, edelweis, berbagai jenis anggrek dan rumput langka. Pada dinding yang mengelilingi TN Bromo Tengger Semeru terdapat banyak rerumputan, mentigi, akasia, cemara, dll.
Satwa di Taman Nasional Bromo Semeru :
– Luwak (Paradoxurus hermaphroditus)
– Rusa (Rusa timorensis )
– Kera berekor panjang (Macaca fascicularis)
– Kijang (Muntiacus muntjak)
– Ayam hutan merah (Gallus gallus)
– Macan Tutul (Panthera pardus melas)
– Ajag (Cuon alpinus javanicus)
– Burung alap-alap (Accipiter virgatus)
– Rangkong (Buceros rhinoceros silvestris)
– Elang ular bido (Spilornis cheela bido)
– Srigunting hitam (Dicrurus macrocercus)
– Elang bondol (Haliastur indus)
– Belibis (Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo)
Taman nasional ini adalah salah satu tujuan wisata utama di Jawa Timur. Dengan adanya penerbangan langsung Malang-Jakarta dan Malang-Denpasar diharapkan jumlah kunjungan wisatawan asing maupun domestik akan semakin meningkat. Selain Gunung Bromo yang merupakan daya tarik utama, Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendaki. Meski demikian untuk sampai ke puncak Semeru tidaklah semudah mendaki Gunung Bromo dan para pendaki diharuskan mendapat izin dari kantor pengelola taman nasional yang berada di Malang.
Penggemar hiking disarankan untuk mengambil rute dari Malang karena bisa menikmati keindahan lautan pasir lebih panjang. Start point dapat dimulai dari Ngadas yang merupakan desa terakhir yang berada di dalam kawasan taman nasional serta tempat untuk melengkapi perbekalan terutama persediaan air karena setelah ini tidak akan dijumpai sumber air.

Data Taman Nasional Bromo Tengger Semeru :
Dinyatakan oleh : Menteri Pertanian, tahun 1982.
Ditunjuk oleh : Menteri Kehutanan, SK No. 278/Kpts-VI/97 dengan luas 50.276,2 hektar.
Ditetapkan :
Letak dan Lokasi : Kab. Pasuruan, Kab. Probolinggo, Kab.Lumajang, dan Kab. Malang, Provinsi Jawa Timur.
Temperatur suhu udara : 3° – 20° C.
Curah hujan rata-rata : 6.600 mm/tahun
Ketinggian tempat : 750 – 3.676 m. dpl
Letak geografis : 7°51’ – 8°11’ LS, 112°47’ – 113°10’ BT



 
 
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru



Sumber :


Kawasan Konservasi Di Jawa Tengah

Konservasi Hutan Mangrove Demak

Pemerintah Kabupaten Demak, Jawa Tengah berencana mengoptimalkan pengembangan konservasi hutan mangrove di wilayah pesisir pantai Kecamatan Sayung. Keberadaan ribuan hektar hutan bakau dan ratusan berbagai macam jenis burung yang ada di kawasan terdampak abrasi ini, dinilai berpotensi menjadi satu diantara aset wisata alam untuk menarik daya pikat wisatawan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Demak, Moh Ridwan, menuturkan, konservasi hutan mangrove yang digagas oleh pemerintah setempat ini berlokasi di Desa Bedono, Surodadi dan Timbulsloko. Potensi alam di wilayah ini, kata dia, akan digarap semaksimal mungkin agar bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat dan kas daerah.
Menurut Ridwan, pada 2015, Pemerintah Provinsi menganggarkan Rp 5 miliar untuk perbaikan infrastruktur menuju obyek wisata Morosari serta Rp 1 miliar untuk pengembangan Morosari. Morosari merupakan salah satu akses menuju konservasi hutan magrove. "Pihak Dirjen di Departemen Kelautan dan Perikanan saja mengatakan jika potensi hutan mangrove di Demak lebih indah dibandingkan di Lengkawi, Malaysia. Ada ratusan burung di sana seperti remutuk laut, cangak merah, kuntul, trinil kaki hijau, cerek jawa dan cekakak sungai. Sudah ada aturan untuk pelarangan membunuh atau menembak burung yang ada di sana," jelas Moh Ridwan, Minggu (16/11/2014).
Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak, Suharto, menuturkan, secara realistis pengembangan konservasi hutan mangrove nantinya akan disinergikan dengan wisata bahari dan wisata religi yang menghubungkan dengan kawasan itu, sebut saja makam Syeh Mudzakir.
Untuk menuju lokasi Taman Mangrove kita harus melewati jalan yang  rusak dan berbatu. Setelah melewati jalan rusak yang cukup panjang, kami harus melewati jalan kecil di tengah laut yang menuju ke Taman Mangrove tersebut. Agak sedikit miris si ketika melewati jalan di tengah laut ini. Selain sempit, ada beberapa track miring sehingga membuat kita semakin ngeri. Suasana di Taman mangrove ini begitu Adem dan sejuk . Tak hanya itu Taman Mangrove ini juga di penuhi dengan satwa liar seperti burung bangau putih dan hitam. Ada juga beberapa perahu kecil yang bergoyang-goyang terkena ombak laut.
Dahulu di daerah konservasi hutan mangrove tersebut terdapat sebuah kampung kecil, namun kemudian kampung tersebut terkena abrasi air laut. Pemerintah lalu melakukan bedol desa dan memindahkan penduduk yang tinggal di sekitar area tersebut ke daerah lain. Namun saat ini disana masih terdapat beberapa kepala keluarga yang tetap memilih tinggal disana meskipun abrasi pantai membuat kerusakan pada rumah mereka. Ketika kesana, akan nampak bekas-bekas rumah yang sudah tidak ditinggali dan termakan oleh abrasi.
Sekitar lima tahun yang lalu memang didaerah itu belum banyak ditumbuhi pohon bakau disekitar bibir pantai. Maka tidak heran jika abrasi pantai didaerah itu cukup memprihatinkan. Namun sekarang ini didaerah tersebut sudah dilakukan konservasi hutan mangrove. Disepanjang bibir pantai sudah banyak tumbuh pohon-pohon mangrove. Selain untuk mencegah abrasi, hutan mangrove juga memiliki peran sebagai ekosistem udang dan ikan-ikan.
Bahkan juga sebagai ekosistem berbagai macam burung. Ketika mengunjungi konservasi hutan mangrove yang ada di Demak, banyak sekali terlihat burung bangau berwarna putih yang hidup bebas di hutan mangrove. Pengunjung dilarang untuk memburu dan menangkapnya. Ada sangsi tegas jika pengunjung melakukan hal tersebut. Sayangnya, kondisi konservasi hutan mangrove disana kurang terjaga kebersihannya. Banyak sekali sampah-sampah yang menyangkut di akar-akar pohon mangrove. Entah darimana asalnya sampah plastik yang mengotori pantai tersebut. Apakah sampah itu memang akibat ulah dari pengunjung yang membuang sampah sembarangan, atau malah jangan-jangan sampah tersebut berasal dari sungai kemudian terbawa arus hingga ke pantai.
Tidak banyak orang yang tahu keberadaan konservasi hutan mangrove di Demak. Karena lokasinya memang cukup terpencil dan jalan menuju kesana pun harus menggunakan sepeda motor atau kendaraan roda empat. Namun belakangan ini berkat social media media seperti instagram, banyak pengunjung yang datang kesana. Mereka umumnya hanya ingin berjalan-jalan kesana melihat hutan mangrove dan sekedar berfoto ria atau bahkan banyak yang menjadikan tempat wisata hutan mangrove sebagai lokasi pacaran. Padahal tempat konservasi hutan mangrove bisa dijadikan sebagai sarana wisata dan edukasi khususnya bagi para pelajar. Sehingga akan timbul kecintaan dengan alam dan semangat untuk melestarikan lingkungan.
Untuk masuk kesanapun tidak mahal, pengunjung hanya dikenakan biaya parkir. Dan untuk masuk ke kawasan hutan mangrove, pengunjung tidak dikenakan biaya retribusi. Disana pengunjung dapat melihat pohon-pohon mangrove yang tumbuh dengan rapat, beton-beton pemecah ombak, dan juga disana terdapat makam Syekh Abdullah Mudzakir.
Meskipun bangunan dan rumah yang ada disekitar bibir pantai mengalami kerusakan parah, namun berbeda dengan makam tersebut. Makam tersebut masih utuh dan berada ditengah laut. Untuk menuju kesana bisa melewati jembatan beton.
Pada hari-hari besar agama Islam biasanya makam tersebut ramai dikunjungi orang-orang dari luar daerah. Ketika berkunjung kesana, jangan lupa mencicipi aneka cemilan dari olahan pohon mangrove. Dan yang ingin berkeliling pantai, bisa mencoba naik perahu nelayan. Biasanya mereka dengan senang akan mengantarkan pengunjung berkeliling pantai, tentunya dengan biaya yang telah disepakati.
Perlu diingat, ketika disana pengunjung tidak boleh merusak pohon mangrove, memburu satwa yang ada disana, serta mengotori lingkungan. Untuk yang kesana berpasangan namun belum menikah, sebaiknya lebih menjaga sikap dan memperhatikan sopan santun. Penduduk setempat tidak segan-segan untuk memberikan teguran dan sangsi jika melihat pengunjung yang tidak mengindahkan peraturan dan tidak menjaga sopan santun. Mari kita jaga bersama kekayaan alam Indonesia, inilah harta yang paling mahal harganya.
                                                                   Taman Mangrove Morosari

 

Sumber :



Kawasan Konservasi DIY

Konservasi Penyu Hijau

Perjalanan menuju pantai Trisik sangat mudah. Anda bisa mulai dari Yogyakarta menuju Kabupaten Bantul ke arah Kecamatan Srandakan. Sesampainya di Jembatan Kali Progo, terus hingga pertigaan Brosot, ambil jalan sisi selatan dan Anda akan menemukan Pantai Trisik yang kondang dengan konservasi penyu milik kelompok "Penyu Abadi".
Selain itu Pantai Trisik juga memiliki sarana yang memadai seperti warung makan dan toilet yang bersih dan tempat pelelangan ikan. Semakin menarik ketika hamparan sawah dan barisan pohon kelapa seperti menyapa Anda. Sesekali Anda bisa juga melihat petani membajak sawah secara tradisional dengan menggunakan kerbau. Burung Kuntul putih pun ikut meramaikan suasana sawah yang hijau itu.
Sayangnya, ada beberapa hal yang luput dari perhatian pemerintah daerah dan penduduk lokal. Tempat ini seharusnya bisa dibangun bersama-sama. Tak hanya menawarkan keindahan panorama pantai, aktivitas nelayan juga bisa dijual sebagai daya tarik wisata alternatif. Selain itu, masakan laut khas Pantai Trisik juga bisa dijadikan pemikat wisatawan. Ada juga konservasi penyu disini. Tempat ini bisa dijadikan sarana belajar bagi siswa yang berkunjung. Meskipun penting, upaya pelestarian penyu ini masih belum dianggap serius. Bisa jadi ketidakseriusan itu disebabkan minimnya pengetahuan tentang cara mengelola tata ruang di sekitar pantai.

 
Pantai Trisik

Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB) sejak terbentuk tahun 2002 sampai 2012 sudah melepasliarkan 5300 lebih Penyu dan Tukik (Anak Penyu) kembali kehabitanya. Setiap tahun FKPB yang berlokasi di pesisir Pantai Samas, bersama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Lembaga Swadaya Lingkungan dan elemen masyarakat melepasliarkan Peny dan Tukik berkisar antara 150 hingga 300. Di hamparan pantai ini, sering digunakan sebagai lokasi bertelur sejumlah penyu langka seperti Penyu Hijau, Penyu Sisik, Penyu Blimbing, dan Penyu Lekang.
Ketua Forum Konservasi Penyu Bantul, Rudito saat ditemui mongabay.co.id, pada Jumat, 10 Agustus 2012, mengatakan, sebelum terbentuknya FKPB, berburu telur-telur penyu di sepanjang hamparan pantai tersebut sering dilakukan oleh nelayan setempat untuk berbagai keperluan. “Namun, kami sadar akan kepunahan penyu, berkumpulnya sejumlah nelayan pantai Samas tahun 2002 bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta serta sejumlah lembaga swadaya lingkungan maka dibentuklah FKPB ini.” ungkap Rudito.
Populasi Penyu di Indonesia setiap tahunnya semakin menurun. Kepedulian masyarakat maupun keseriusan pemerintah, khususnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menjadi tugas bersama untuk menjadikannya satwa dilindungi ini tetap lestari.  “Kami memang kesulitan pada sektor pendanaan perawatan untuk kegiatan konservas ini, tidak ada bantuan pendanaan untuk perawatan dari pemerintah, kami selalu menggunakan dana sumbangan masyarakat atau dana pribadi. Akan tetapi, itu semua tidak masalah, karena kami tidak ingin satwa penyu hilang, dan penyu harus terus lestari” kata Rudito.
Tahun 2009, Prof. IB Windia Adnyana ahli penyu dari Universitas Udayana Bali pernah menyatakan bahwa populasi penyu di Indonesia menurun 20 hingga 30 persen setiap tahunnya. Menurut guru besar tersebut, jumlah populasi penyu hijau (Chelonia mydas) ditaksir mendekati angka 35 ribu ekor di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah penyu sisik (Eretmochelys imbricata) separuh dari jumlah populasi penyu hijau. Tahun 2012 ini populasi penyu di Indonesia diperkirakan telah berkurang hingga 50%.
Ada beberapa faktor penyebab turunnya populasi penyu. Berdasarkan survei yang dilakukan ProFauna Indonesia  di sejumlah daerah, seperti Surabaya, Jakarta, Denpasar, Malang, Palembang, Yogyakarta, Medan, dan Lampung, memaparkan bahwa setidaknya 50 restoran di Indonesia menyuguhkan aneka menu daging satwa liar termasuk penyu. Selain itu, pemanfaatan telur penyu untuk dijual-belikan, kulitnya dimanfaatkan untuk dijadikan cenderamata, serta penggunaan penyu hijau yang diformalin dan diperdagangkan ke luar negeri.
Menurut Kusmardiastuti, selaku fungsional Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), DI Yogyakarta, mengatakan, memang BKSDA tidak memiliki pendanaan untuk perawatan secara langsung untuk konservasi penyu, untuk diberikan terhadap individu, badan hukum atau koperasi yang terlibat dalam konservasi penyu. “ Kami memberikan bantuan dalam bentuk seperti pembangunan kolam penangkaran atau mengeluarkan Berita Acara Pelepasliaran (BAP), karena penyu sebagai satwa dilindugi, dan itu memang sudah menjadi kewenangan kami,” Astuti menjelaskan.
Kedepan BKSDA akan berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan terkait kegiatan pelepasliaran dan perawatan lokasi konservasi penyu, hal ini diharapkan dapat menjadi menjaga kelestarian satwa khususnya penyu yang merupakan satwa dilindungi dan terancam kepunahannya.
Untuk para penikmat wisata alam yang menyukai kegiatan yang bermanfaat, berkunjung ke konservasi penyu hijau di Bantul dapat menjadi alternatif wisata menarik selama menghabiskan waktu liburan Anda ketika sedang berada di Jogja. Ya, di kawasan selatan kota gudeg ini Anda akan menemukan konservasi penyu Mino Raharjo yang beralamatkan di daerah Kepatihan, Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Bantul. Namun demikian, konservasi penyu di pesisir Bantul tersebar dalam beberapa wilayah, seperti di daerah Mancingan, Samas, Goa Cemara dan Ngentak.
Kegiatan konservasi penyu tak hanya melakukan penyelamatan pada para induk penyu yang terdampar saja, namun juga melakukan penetasan telur hingga menjadi tukui yang siap lepas. Jika menemukan induk yang sedang sakit, para pahlawan konservasi akan menangkap dan merawat induk penyu di tempat khusus, seperti halnya yang dilakukan oleh konservasi penyu Mino Raharjo. Induk yang sedang sakit dirawat dan dikarantina sementara dalam bak fiber raksasa yang diberi media air. Tak jarang pula ditemukan induk penyu yang kondisi fisiknya menurun setelah cukup lama berada di da daratan untuk bertelur.

 
                                                                                       Proses penetasan telur

Sedangkan untuk tempat penetasan telur, konservasi penyu Mino Raharjo menggunakan media berupa sarang buatan. Ya, setelah menyelamatkan puluhan hingga ratusan telur, kemudian telur ini dieramkan dalam sarang buatan, tak lupa pula diberi tanggal ditemukan (TDT) dan tanggal perkiraan menetas (TPM). Telur penyu akan menetas setelah 50 hingga 60 hari terhitung sejak tanggal ditemukannya. Selama dalam perawatan, telur penyu diawasi dan dirawat dengan rutin, seperti menyiram sarang telur dengan air laut setiap kali sarang terlihat kering.

 
Telur yang sudah menetas

Di hari ke-50 telur penyu akan menetas dan satu per satu tukik akan keluar dari sarangnya. Untuk menghindarkan tukik kekeringan dan mengurangi resiko kematian, tukik-tukik tersebut harus segera dipindahkan ke dalam styrofoam yang telah diisi air laut secukupnya. Setelah dipindahkan dalam styrofoam, kotak berisi tukik yang baru saja menetas ini harus ditempatkan di tempat yang gelap. Hal ini dilakukan agar tukik-tukik tidak banyak bergerak, sehingga tidak kelelahan ketika dilepas ke laut. Proses adopsi pun dilakukan paling lama hanya sehari setelah penetasan agar kondisi tukik masih sehat ketika dilepas ke alam bebas, dalam hal ini adalah laut lepas. Adopsi dimaksudkan untuk menggalang partisipasi masyarakat dalam bentuk dana segar demi membantu keberlangsungan kegiatan konservasi penyu itu sendiri sekaligus memberikan pendidikan pelestarian alam pada masyarakat luas.

Sumber :