Senin, 24 Maret 2014

SHENZEN



Shenzhen, Ibukota Teknologi China

            Kalau saja kata keajaiban ekonomi punya sebuah perwujudan, maka Shenzhen adalah sosok yang pas sebagai padanannya. Dalam waktu kurang dari 30 tahun, Shenzhen mampu mengubah diri dari kampung nelayan kumuh menjadi kota besar dengan ratusan pencakar langit. Inilah ibukota teknologi China.

            Sejarah Kota Shenzen dimulai tahun 1979. Saat itu, pemerintah pusat di Cina merasa perlu memiliki sebuah kota yang mampu menyaingi popularitas Hong Kong, pusat ekonomi Pasifik ketika itu. Terpilihlah Shenzhen yang memang tak jauh dari Hong Kong, hanya 1 jam perjalanan. Sejak itu, Shenzhen menjadi Zona Ekonomi Eksklusif.

            Setelah itu muncullah ribuan pabrik berbasis teknologi di Shenzhen. Konka, produsen elektronik yang terus menyerbu dunia, berpusat di Shenzhen. Demikian pula ZTE, pemain no 6 besar dunia pada industri handset, memilih markas besar di Shenzhen. TCL, yang produknya banyak membanjiri Indonesia, juga berkantor pusat di Shenzhen.

            Dalam catatan, sedikitnya ada 300.000 industri yang memusatkan kegiatan produksinya di Shenzhen. Umumnya perusahaan berbasis teknologi. Karena itu, tak berlebihan jika menyebut Shenzhen sebagai ibukota teknologi China. Daya tarik Shenzhen juga membuat IBM, perusahaan komputer kelas dunia memindahkan kantor pusat procurementnya untuk seluruh dunia dari New York (AS) ke Shenzhen.

            Magnet ini kian komplet, ketika industri-industri lainnya pun ikut hadir di Shenzhen, terutama industri otomotif. Di Shenzhen lebih mudah menjumpai mobil mewah daripada di Jakarta. Para pabrikan mobil mahal seolah datang untuk memenuhi kebutuhan warga Shenzhen yang sudah mampu membeli mobil berkelas. Saat detikcom berada di Shenzen, Porsche malahan baru meresmikan kantornya di Shenzhen.

            Sebagai kota baru, Shenzen benar-benar luar biasa. Jika dibandingkan dengan Jakarta, dari sisi jumlah gedung pencakar langit, Shenzhen jauh melampaui Jakarta. Di Shenzhen gedung-gedung tinggi jaraknya sangat rapat, berbeda dengan Jakarta yang hanya terkumpul di Kawasan Segitiga Emas, Sudirman, Gatot Subroto, Thamrin, Kuningan.

            Infrastrukturnya pun oke. Jalan-jalan layang seperti tak bisa lagi dihitung. Jalannya lebar namun relatif lancar. Mobil-mobil yang berseliweran didominasi mobil-mobil Eropa kelas mahal. Hotel-hotel di Shenzhen dipenuhi hotel kelas internasional. Ada Kempinski, Sheraton, Shangri-La sampai Ritz Carlton Hotel.

            Hanya sayang, segala infrastuktur yang demikian bagus tersebut nampaknya belum diimbangi dengan perubahan kultur warga Shenzen. Di jalanan, masih banyak pengemudi yang ugal-ugalan, sementara area publik seperti toilet umum, banyak tidak terawat. Di sentra-sentra belanja, juga banyak pengemis yang mengikuti ke mana saja wisatawan pergi.

            Agaknya, masalah kultur pula yang membuat Shenzen belum menunjukkan degup sebagai kota metropolis. Dengan populasi 12 juta, 4 juta di antaranya tinggal di dalam kota, Shenzen sebagai kota besar praktis terkesan senyap. Pusat-pusat hiburan belum segemerlap seperti di Shanghai. Mungkin masih perlu waktu bagi Shenzen untuk menjadi kota semegah dan seberbudaya seperti Singapura.

Sejarah


            Kota Shenzhen merupakan salah satu kota metropolitan di Provinsi Guangdong,China. Menurut Sejarahnya, Kota Shenzhen hanyalah desa nelayan yang biasa bahkan termasuk desa miskin pada tahun 1970, namun Kota Shenzhen kini menjadi kota yang luar biasa. Sejarah Kota Shenzen dimulai tahun 1979. Saat itu, pemerintah pusat di Cina merasa perlu memiliki sebuah kota yang mampu menyaingi popularitas Hongkong, pusat ekonomi Pasifik ketika itu. Terpilihlah Shenzhen yang memang tak jauh dari Hongkong, hanya 1 jam perjalanan. Sejak itu, Shenzhen menjadi Zona Ekonomi eksklusif. Setelah itu muncullah ribuan pabrik berbasis teknologi di Shenzhen. Konka, produsen elektronik yang terus menyerbu dunia, berpusat di Shenzhen. Demikian pula ZTE, pemain no 6 besar dunia pada industri handset, memilih markas besar di Shenzhen. TCL, yang produknya banyak membanjiri Indonesia, juga berkantor pusat di Shenzhen. Dalam catatan, sedikitnya ada 300.000 industri yang memusatkan kegiatan produksinya di Shenzhen. Umumnya perusahaan berbasis teknologi. Karena itu, tak berlebihan jika menyebut Shenzhen sebagai ibukota teknologi China. Daya tarik Shenzhen juga membuat IBM, perusahaan komputer kelas dunia memindahkan kantor pusat procurementnya untuk seluruh dunia dari New York (AS) ke Shenzhen.

            Magnet ini kian komplet, ketika industri-industri lainnya pun ikut hadir di Shenzhen, terutama industri otomotif. Di Shenzhen lebih mudah menjumpai mobil mewah daripada di Jakarta. Para pabrikan mobil mahal seolah datang untuk memenuhi kebutuhan warga Shenzhen yang sudah mampu membeli mobil berkelas. Sebagai kota baru, Shenzen benar-benar luar biasa. Jika dibandingkan dengan Jakarta, dari sisi jumlah gedung pencakar langit, Shenzhen jauh melampaui Jakarta. Di Shenzhen gedung-gedung tinggi jaraknya sangat rapat, berbeda dengan Jakarta yang hanya terkumpul di Kawasan Segitiga Emas, Sudirman, Gatot Subroto, Thamrin, Kuningan. Jalan-jalan layang seperti tak bisa lagi dihitung. Jalannya lebar namun relatif lancar. Mobil-mobil yang berseliweran didominasi mobil-mobil Eropa kelas mahal. Hotel-hotel di Shenzhen dipenuhi hotel kelas internasional. Ada Kempinski, Sheraton, Shangri-La sampai Ritz Carlton Hotel. Hanya sayang, segala infrastuktur yang demikian bagus tersebut nampaknya belum diimbangi dengan perubahan kultur warga Shenzen. Di jalanan, masih banyak pengemudi yang ugal-ugalan, sementara area publik seperti toilet umum, banyak tidak terawat. Di sentra-sentra belanja, juga banyak pengemis yang mengikuti ke mana saja wisatawan pergi. Masalah kultur pula yang membuat Shenzen belum menunjukkan degup sebagai kota metropolis. Dengan populasi 12 juta, 4 juta di antaranya tinggal di dalam kota, Shenzen sebagai kota besar praktis terkesan senyap. Pusat-pusat hiburan belum segemerlap seperti di Shanghai. Mungkin masih perlu waktu bagi Shenzen untuk menjadi kota semegah dan seberbudaya seperti Singapura.

Shenzhen, Kota yang berawal dari desa miskin

       
     “Sebuah kota tidak akan pernah selesai dan tidak akan pernah sempurna” , kutipan dari Zahnd tersebut memang benar-benar dialami di seluruh kota di dunia. Salah satunya adalah Kota Shenzhen. Kota Shenzhen merupakan salah satu kota metropolitan di Provinsi Guangdong,China. Menurut Sejarahnya, Kota Shenzhen hanyalah desa nelayan yang biasa bahkan termasuk desa miskin pada tahun 1970, namun Kota Shenzhen kini menjadi kota yang luar biasa. Kota tersebut mengalami perkembangan yang pesat. Dimulai dengan Kota Shenzhen yang dikembangkan menjadi Daerah Ekonomi Khusus (DEK) pada tahun 1980, Kota tersebut berubah menjadi Kota Industri.
            Dalam periode 30 tahun, Kota tersebut mengalami perkembangan termasuk morfologi kotanya. Gedung-gedung pencakar langit, Jalan-jalan yang dibangun dengan sangat lebar,bersih dan teratur yang dihiasi dengan taman hijau yang memberikan kenyamanan pejalan kaki serta dilengkapi infrastruktur modern, seperti sarana transportasi yaitu bus dan subway, jembatan yang menghubungkan Shenzhen dengan Hongkong, maupun bandara yang menghubungkan ke kota lain juga terus dikembangkan.Hal ini untuk mendukung kegiatan indsutri dan ekonomi. Tidak hanya itu, Pusat rekreasi juga banyak didirikan sebagai tempat tujuan kebutuhan masyarakat dan penambahan investasi kota tersebut. Pemerintah Cina menjadikan Kota Shenzhen sebagai wilayah berbasis produksi, riset, penelitian dan transaksi untuk produk-produk teknologi, seperti televisi, komputer, peralatan komunikasi dan audiovisual yang juga berpengaruh di dunia. Selain itu, Kota tersebut juga ikut berpartisipasi memperhatikan lingkungan. Partisipasi tersebut menghasilkan banyak penghargaan yang telah dicapai.
            Salah satu program Kota Shenzhen untuk mengurangi polusi, yaitu program bus tiga dimensi “3D Express Coach”. Program ini juga dijadikan sebagai tindakan mengurangi masalah kemacetan, karena semakin padatnya populasi di kota tersebut.
            Kota Shenzhen memang benar-benar kota yang bersifat modern, walaupun kota tersebut tidak memiliki gedung berserajarah, akan tetapi sejauh ini mengalami perkembangan yang baik. Perubahan menjadi kota modern juga diseimbangi dengan pedulinya kota tersebut untuk memperhatikan lingkungan dan kenyamanan masyarakat. Maka dari itu, mungkin Kota Shenzhen bisa dijadikan sebagai contoh dalam membangun kota-kota di Indonesia, dengan pembangunan yang berdasarkan aspek fisik dan nonfisik yang tidak menghilangkan sejarahnya, sebab dalam hal proses perubahan kota, unsur-unsur non fisik turut serta mempengaruhinya bukan hanya fisiknya saja.



Perkembangan Arsitektur


            Di dalam museum terdapat sejumlah diorama perjuangan tentara dan rakyat sekitar China membangun kota itu. Pembangunan dimulai dengan membuat perbatasan kota, membangun jalan, terowongan, mendirikan gedung hingga barang-barang ekonomi (produk industri) yang dihasilkan kota ini. Dipajang juga patung perunggu Deng yang memegang sekop sebagai perlambang dibangunnya kota Shenzhen. Banyak turis berpose di sini, bergaya memegang sekop Deng, seakan turut "membangun" Shenzhen. Museum juga memajang tempat tidur, perangkat mebel yang dulu digunakan Deng ketika menginap di sebuah hotel saat mengunjungi Shenzhen, beberapa tahun setelah dibangun.  Suasana hening museum, tiba-tiba berubah gaduh. Serombongan murid SD usia 8-9 tahun berteriak gembira memasuki museum. Mereka mengenakan rompi merah (warna resmi China), memegang pulpen dan kertas. Anak-anak itu berebut melihat isi museum dan tertawa saat bertemu dengan rombongan wartawan dari mancanegara, termasuk dari Afrika dan anak benua India (India, Pakistan, Bangladehs, Nepal, Afganistan dan Srilangka). Keduanya jadi saling membutuhkan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar