Konservasi Hutan Mangrove Demak
Pemerintah Kabupaten Demak, Jawa Tengah berencana
mengoptimalkan pengembangan konservasi hutan mangrove di wilayah pesisir pantai
Kecamatan Sayung. Keberadaan ribuan hektar hutan bakau dan ratusan berbagai
macam jenis burung yang ada di kawasan terdampak abrasi ini, dinilai berpotensi
menjadi satu diantara aset wisata alam untuk menarik daya pikat wisatawan.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Demak, Moh Ridwan, menuturkan, konservasi hutan mangrove yang digagas oleh
pemerintah setempat ini berlokasi di Desa Bedono, Surodadi dan Timbulsloko.
Potensi alam di wilayah ini, kata dia, akan digarap semaksimal mungkin agar
bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat dan kas daerah.
Menurut Ridwan, pada 2015, Pemerintah Provinsi
menganggarkan Rp 5 miliar untuk perbaikan infrastruktur menuju obyek wisata
Morosari serta Rp 1 miliar untuk pengembangan Morosari. Morosari merupakan
salah satu akses menuju konservasi hutan magrove. "Pihak Dirjen di
Departemen Kelautan dan Perikanan saja mengatakan jika potensi hutan mangrove
di Demak lebih indah dibandingkan di Lengkawi, Malaysia. Ada ratusan burung di
sana seperti remutuk laut, cangak merah, kuntul, trinil kaki hijau, cerek jawa
dan cekakak sungai. Sudah ada aturan untuk pelarangan membunuh atau menembak
burung yang ada di sana," jelas Moh Ridwan, Minggu (16/11/2014).
Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Demak, Suharto, menuturkan, secara realistis pengembangan konservasi
hutan mangrove nantinya akan disinergikan dengan wisata bahari dan wisata
religi yang menghubungkan dengan kawasan itu, sebut saja makam Syeh Mudzakir.
Untuk menuju lokasi Taman Mangrove kita harus
melewati jalan yang rusak dan berbatu. Setelah melewati jalan rusak yang
cukup panjang, kami harus melewati jalan kecil di tengah laut yang menuju ke
Taman Mangrove tersebut. Agak sedikit miris si ketika melewati jalan di tengah
laut ini. Selain sempit, ada beberapa track miring sehingga membuat kita
semakin ngeri. Suasana di Taman mangrove ini begitu Adem dan sejuk . Tak hanya
itu Taman Mangrove ini juga di penuhi dengan satwa liar seperti burung bangau
putih dan hitam. Ada juga beberapa perahu kecil yang bergoyang-goyang terkena
ombak laut.
Dahulu di daerah konservasi hutan mangrove tersebut
terdapat sebuah kampung kecil, namun kemudian kampung tersebut terkena abrasi
air laut. Pemerintah lalu melakukan bedol desa dan memindahkan penduduk yang
tinggal di sekitar area tersebut ke daerah lain. Namun saat ini disana masih
terdapat beberapa kepala keluarga yang tetap memilih tinggal disana meskipun
abrasi pantai membuat kerusakan pada rumah mereka. Ketika kesana, akan nampak
bekas-bekas rumah yang sudah tidak ditinggali dan termakan oleh abrasi.
Sekitar lima tahun yang lalu memang didaerah itu
belum banyak ditumbuhi pohon bakau disekitar bibir pantai. Maka tidak heran
jika abrasi pantai didaerah itu cukup memprihatinkan. Namun sekarang ini didaerah
tersebut sudah dilakukan konservasi hutan mangrove. Disepanjang bibir pantai
sudah banyak tumbuh pohon-pohon mangrove. Selain untuk mencegah abrasi, hutan
mangrove juga memiliki peran sebagai ekosistem udang dan ikan-ikan.
Bahkan juga sebagai ekosistem berbagai macam burung.
Ketika mengunjungi konservasi hutan mangrove yang ada di Demak, banyak sekali
terlihat burung bangau berwarna putih yang hidup bebas di hutan mangrove.
Pengunjung dilarang untuk memburu dan menangkapnya. Ada sangsi tegas jika pengunjung
melakukan hal tersebut. Sayangnya, kondisi konservasi hutan mangrove disana
kurang terjaga kebersihannya. Banyak sekali sampah-sampah yang menyangkut di
akar-akar pohon mangrove. Entah darimana asalnya sampah plastik yang mengotori
pantai tersebut. Apakah sampah itu memang akibat ulah dari pengunjung yang
membuang sampah sembarangan, atau malah jangan-jangan sampah tersebut berasal
dari sungai kemudian terbawa arus hingga ke pantai.
Tidak banyak orang yang tahu keberadaan konservasi
hutan mangrove di Demak. Karena lokasinya memang cukup terpencil dan jalan
menuju kesana pun harus menggunakan sepeda motor atau kendaraan roda empat.
Namun belakangan ini berkat social media media seperti instagram,
banyak pengunjung yang datang kesana. Mereka umumnya hanya ingin berjalan-jalan
kesana melihat hutan mangrove dan sekedar berfoto ria atau bahkan banyak yang
menjadikan tempat wisata hutan mangrove sebagai lokasi pacaran. Padahal tempat
konservasi hutan mangrove bisa dijadikan sebagai sarana wisata dan edukasi khususnya
bagi para pelajar. Sehingga akan timbul kecintaan dengan alam dan semangat
untuk melestarikan lingkungan.
Untuk masuk kesanapun tidak mahal, pengunjung hanya
dikenakan biaya parkir. Dan untuk masuk ke kawasan hutan mangrove, pengunjung
tidak dikenakan biaya retribusi. Disana pengunjung dapat melihat pohon-pohon
mangrove yang tumbuh dengan rapat, beton-beton pemecah ombak, dan juga disana
terdapat makam Syekh Abdullah Mudzakir.
Meskipun bangunan dan rumah yang ada disekitar bibir
pantai mengalami kerusakan parah, namun berbeda dengan makam tersebut. Makam
tersebut masih utuh dan berada ditengah laut. Untuk menuju kesana bisa melewati
jembatan beton.
Pada hari-hari besar agama Islam biasanya makam
tersebut ramai dikunjungi orang-orang dari luar daerah. Ketika berkunjung
kesana, jangan lupa mencicipi aneka cemilan dari olahan pohon mangrove. Dan
yang ingin berkeliling pantai, bisa mencoba naik perahu nelayan. Biasanya
mereka dengan senang akan mengantarkan pengunjung berkeliling pantai, tentunya
dengan biaya yang telah disepakati.
Perlu diingat, ketika disana pengunjung tidak boleh
merusak pohon mangrove, memburu satwa yang ada disana, serta mengotori
lingkungan. Untuk yang kesana berpasangan namun belum menikah, sebaiknya lebih
menjaga sikap dan memperhatikan sopan santun. Penduduk setempat tidak
segan-segan untuk memberikan teguran dan sangsi jika melihat pengunjung yang
tidak mengindahkan peraturan dan tidak menjaga sopan santun. Mari kita
jaga bersama kekayaan alam Indonesia, inilah harta yang paling mahal harganya.
Taman Mangrove Morosari
|
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar