Konservasi Penyu Hijau
Perjalanan menuju pantai Trisik sangat mudah. Anda bisa mulai dari Yogyakarta menuju Kabupaten Bantul ke arah Kecamatan Srandakan. Sesampainya di Jembatan Kali Progo, terus hingga pertigaan Brosot, ambil jalan sisi selatan dan Anda akan menemukan Pantai Trisik yang kondang dengan konservasi penyu milik kelompok "Penyu Abadi".
Selain itu Pantai Trisik juga memiliki sarana yang memadai seperti warung makan dan toilet yang bersih dan tempat pelelangan ikan. Semakin menarik ketika hamparan sawah dan barisan pohon kelapa seperti menyapa Anda. Sesekali Anda bisa juga melihat petani membajak sawah secara tradisional dengan menggunakan kerbau. Burung Kuntul putih pun ikut meramaikan suasana sawah yang hijau itu.
Sayangnya, ada beberapa hal yang luput dari perhatian pemerintah daerah dan penduduk lokal. Tempat ini seharusnya bisa dibangun bersama-sama. Tak hanya menawarkan keindahan panorama pantai, aktivitas nelayan juga bisa dijual sebagai daya tarik wisata alternatif. Selain itu, masakan laut khas Pantai Trisik juga bisa dijadikan pemikat wisatawan. Ada juga konservasi penyu disini. Tempat ini bisa dijadikan sarana belajar bagi siswa yang berkunjung. Meskipun penting, upaya pelestarian penyu ini masih belum dianggap serius. Bisa jadi ketidakseriusan itu disebabkan minimnya pengetahuan tentang cara mengelola tata ruang di sekitar pantai.
Pantai Trisik
Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB) sejak terbentuk tahun 2002 sampai 2012 sudah melepasliarkan 5300 lebih Penyu dan Tukik (Anak Penyu) kembali kehabitanya. Setiap tahun FKPB yang berlokasi di pesisir Pantai Samas, bersama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Lembaga Swadaya Lingkungan dan elemen masyarakat melepasliarkan Peny dan Tukik berkisar antara 150 hingga 300. Di hamparan pantai ini, sering digunakan sebagai lokasi bertelur sejumlah penyu langka seperti Penyu Hijau, Penyu Sisik, Penyu Blimbing, dan Penyu Lekang.
Ketua Forum Konservasi Penyu Bantul, Rudito saat ditemui mongabay.co.id, pada Jumat, 10 Agustus 2012, mengatakan, sebelum terbentuknya FKPB, berburu telur-telur penyu di sepanjang hamparan pantai tersebut sering dilakukan oleh nelayan setempat untuk berbagai keperluan. “Namun, kami sadar akan kepunahan penyu, berkumpulnya sejumlah nelayan pantai Samas tahun 2002 bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta serta sejumlah lembaga swadaya lingkungan maka dibentuklah FKPB ini.” ungkap Rudito.
Populasi Penyu di Indonesia setiap tahunnya semakin menurun. Kepedulian masyarakat maupun keseriusan pemerintah, khususnya Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menjadi tugas bersama untuk menjadikannya satwa dilindungi ini tetap lestari. “Kami memang kesulitan pada sektor pendanaan perawatan untuk kegiatan konservas ini, tidak ada bantuan pendanaan untuk perawatan dari pemerintah, kami selalu menggunakan dana sumbangan masyarakat atau dana pribadi. Akan tetapi, itu semua tidak masalah, karena kami tidak ingin satwa penyu hilang, dan penyu harus terus lestari” kata Rudito.
Tahun 2009, Prof. IB Windia Adnyana ahli penyu dari Universitas Udayana Bali pernah menyatakan bahwa populasi penyu di Indonesia menurun 20 hingga 30 persen setiap tahunnya. Menurut guru besar tersebut, jumlah populasi penyu hijau (Chelonia mydas) ditaksir mendekati angka 35 ribu ekor di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah penyu sisik (Eretmochelys imbricata) separuh dari jumlah populasi penyu hijau. Tahun 2012 ini populasi penyu di Indonesia diperkirakan telah berkurang hingga 50%.
Ada beberapa faktor penyebab turunnya populasi penyu. Berdasarkan survei yang dilakukan ProFauna Indonesia di sejumlah daerah, seperti Surabaya, Jakarta, Denpasar, Malang, Palembang, Yogyakarta, Medan, dan Lampung, memaparkan bahwa setidaknya 50 restoran di Indonesia menyuguhkan aneka menu daging satwa liar termasuk penyu. Selain itu, pemanfaatan telur penyu untuk dijual-belikan, kulitnya dimanfaatkan untuk dijadikan cenderamata, serta penggunaan penyu hijau yang diformalin dan diperdagangkan ke luar negeri.
Menurut Kusmardiastuti, selaku fungsional Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), DI Yogyakarta, mengatakan, memang BKSDA tidak memiliki pendanaan untuk perawatan secara langsung untuk konservasi penyu, untuk diberikan terhadap individu, badan hukum atau koperasi yang terlibat dalam konservasi penyu. “ Kami memberikan bantuan dalam bentuk seperti pembangunan kolam penangkaran atau mengeluarkan Berita Acara Pelepasliaran (BAP), karena penyu sebagai satwa dilindugi, dan itu memang sudah menjadi kewenangan kami,” Astuti menjelaskan.
Kedepan BKSDA akan berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan terkait kegiatan pelepasliaran dan perawatan lokasi konservasi penyu, hal ini diharapkan dapat menjadi menjaga kelestarian satwa khususnya penyu yang merupakan satwa dilindungi dan terancam kepunahannya.
Untuk para penikmat wisata alam yang menyukai kegiatan yang bermanfaat, berkunjung ke konservasi penyu hijau di Bantul dapat menjadi alternatif wisata menarik selama menghabiskan waktu liburan Anda ketika sedang berada di Jogja. Ya, di kawasan selatan kota gudeg ini Anda akan menemukan konservasi penyu Mino Raharjo yang beralamatkan di daerah Kepatihan, Desa Gadingsari, Kecamatan Sanden, Bantul. Namun demikian, konservasi penyu di pesisir Bantul tersebar dalam beberapa wilayah, seperti di daerah Mancingan, Samas, Goa Cemara dan Ngentak.
Kegiatan konservasi penyu tak hanya melakukan penyelamatan pada para induk penyu yang terdampar saja, namun juga melakukan penetasan telur hingga menjadi tukui yang siap lepas. Jika menemukan induk yang sedang sakit, para pahlawan konservasi akan menangkap dan merawat induk penyu di tempat khusus, seperti halnya yang dilakukan oleh konservasi penyu Mino Raharjo. Induk yang sedang sakit dirawat dan dikarantina sementara dalam bak fiber raksasa yang diberi media air. Tak jarang pula ditemukan induk penyu yang kondisi fisiknya menurun setelah cukup lama berada di da daratan untuk bertelur.
Proses penetasan telur
Sedangkan untuk tempat penetasan telur, konservasi penyu Mino Raharjo menggunakan media berupa sarang buatan. Ya, setelah menyelamatkan puluhan hingga ratusan telur, kemudian telur ini dieramkan dalam sarang buatan, tak lupa pula diberi tanggal ditemukan (TDT) dan tanggal perkiraan menetas (TPM). Telur penyu akan menetas setelah 50 hingga 60 hari terhitung sejak tanggal ditemukannya. Selama dalam perawatan, telur penyu diawasi dan dirawat dengan rutin, seperti menyiram sarang telur dengan air laut setiap kali sarang terlihat kering.
Telur yang sudah menetas
Di hari ke-50 telur penyu akan menetas dan satu per satu tukik akan keluar dari sarangnya. Untuk menghindarkan tukik kekeringan dan mengurangi resiko kematian, tukik-tukik tersebut harus segera dipindahkan ke dalam styrofoam yang telah diisi air laut secukupnya. Setelah dipindahkan dalam styrofoam, kotak berisi tukik yang baru saja menetas ini harus ditempatkan di tempat yang gelap. Hal ini dilakukan agar tukik-tukik tidak banyak bergerak, sehingga tidak kelelahan ketika dilepas ke laut. Proses adopsi pun dilakukan paling lama hanya sehari setelah penetasan agar kondisi tukik masih sehat ketika dilepas ke alam bebas, dalam hal ini adalah laut lepas. Adopsi dimaksudkan untuk menggalang partisipasi masyarakat dalam bentuk dana segar demi membantu keberlangsungan kegiatan konservasi penyu itu sendiri sekaligus memberikan pendidikan pelestarian alam pada masyarakat luas.
Sumber :