Shenzhen,
Ibukota Teknologi China
Kalau saja kata keajaiban ekonomi
punya sebuah perwujudan, maka Shenzhen adalah sosok yang pas sebagai
padanannya. Dalam waktu kurang dari 30 tahun, Shenzhen mampu mengubah diri dari
kampung nelayan kumuh menjadi kota besar dengan ratusan pencakar langit. Inilah
ibukota teknologi China.
Sejarah Kota Shenzen dimulai tahun
1979. Saat itu, pemerintah pusat di Cina merasa perlu memiliki sebuah kota yang
mampu menyaingi popularitas Hong Kong, pusat ekonomi Pasifik ketika itu.
Terpilihlah Shenzhen yang memang tak jauh dari Hong Kong, hanya 1 jam
perjalanan. Sejak itu, Shenzhen menjadi Zona Ekonomi Eksklusif.
Setelah itu muncullah ribuan pabrik
berbasis teknologi di Shenzhen. Konka, produsen elektronik yang terus menyerbu
dunia, berpusat di Shenzhen. Demikian pula ZTE, pemain no 6 besar dunia pada
industri handset, memilih markas besar di Shenzhen. TCL, yang produknya banyak
membanjiri Indonesia, juga berkantor pusat di Shenzhen.
Dalam catatan, sedikitnya ada 300.000
industri yang memusatkan kegiatan produksinya di Shenzhen. Umumnya perusahaan
berbasis teknologi. Karena itu, tak berlebihan jika menyebut Shenzhen sebagai
ibukota teknologi China. Daya tarik Shenzhen juga membuat IBM, perusahaan
komputer kelas dunia memindahkan kantor pusat procurementnya untuk seluruh
dunia dari New York (AS) ke Shenzhen.
Magnet ini kian komplet, ketika
industri-industri lainnya pun ikut hadir di Shenzhen, terutama industri
otomotif. Di Shenzhen lebih mudah menjumpai mobil mewah daripada di Jakarta.
Para pabrikan mobil mahal seolah datang untuk memenuhi kebutuhan warga Shenzhen
yang sudah mampu membeli mobil berkelas. Saat detikcom berada di Shenzen,
Porsche malahan baru meresmikan kantornya di Shenzhen.
Sebagai kota baru, Shenzen benar-benar
luar biasa. Jika dibandingkan dengan Jakarta, dari sisi jumlah gedung pencakar
langit, Shenzhen jauh melampaui Jakarta. Di Shenzhen gedung-gedung tinggi
jaraknya sangat rapat, berbeda dengan Jakarta yang hanya terkumpul di Kawasan
Segitiga Emas, Sudirman, Gatot Subroto, Thamrin, Kuningan.
Infrastrukturnya pun oke.
Jalan-jalan layang seperti tak bisa lagi dihitung. Jalannya lebar namun relatif
lancar. Mobil-mobil yang berseliweran didominasi mobil-mobil Eropa kelas mahal.
Hotel-hotel di Shenzhen dipenuhi hotel kelas internasional. Ada Kempinski,
Sheraton, Shangri-La sampai Ritz Carlton Hotel.
Hanya sayang, segala infrastuktur
yang demikian bagus tersebut nampaknya belum diimbangi dengan perubahan kultur
warga Shenzen. Di jalanan, masih banyak pengemudi yang ugal-ugalan, sementara
area publik seperti toilet umum, banyak tidak terawat. Di sentra-sentra
belanja, juga banyak pengemis yang mengikuti ke mana saja wisatawan pergi.
Agaknya, masalah kultur pula yang
membuat Shenzen belum menunjukkan degup sebagai kota metropolis. Dengan
populasi 12 juta, 4 juta di antaranya tinggal di dalam kota, Shenzen sebagai
kota besar praktis terkesan senyap. Pusat-pusat hiburan belum segemerlap
seperti di Shanghai. Mungkin masih perlu waktu bagi Shenzen untuk menjadi kota
semegah dan seberbudaya seperti Singapura.
Sejarah
Kota Shenzhen merupakan salah satu
kota metropolitan di Provinsi Guangdong,China. Menurut Sejarahnya, Kota
Shenzhen hanyalah desa nelayan yang biasa bahkan termasuk desa miskin pada
tahun 1970, namun Kota Shenzhen kini menjadi kota yang luar biasa. Sejarah Kota
Shenzen dimulai tahun 1979. Saat itu, pemerintah pusat di Cina merasa perlu
memiliki sebuah kota yang mampu menyaingi popularitas Hongkong, pusat ekonomi
Pasifik ketika itu. Terpilihlah Shenzhen yang memang tak jauh dari Hongkong,
hanya 1 jam perjalanan. Sejak itu, Shenzhen menjadi Zona Ekonomi eksklusif.
Setelah itu muncullah ribuan pabrik berbasis teknologi di Shenzhen. Konka,
produsen elektronik yang terus menyerbu dunia, berpusat di Shenzhen. Demikian
pula ZTE, pemain no 6 besar dunia pada industri handset, memilih markas besar
di Shenzhen. TCL, yang produknya banyak membanjiri Indonesia, juga berkantor
pusat di Shenzhen. Dalam catatan, sedikitnya ada 300.000 industri yang
memusatkan kegiatan produksinya di Shenzhen. Umumnya perusahaan berbasis
teknologi. Karena itu, tak berlebihan jika menyebut Shenzhen sebagai ibukota
teknologi China. Daya tarik Shenzhen juga membuat IBM, perusahaan komputer
kelas dunia memindahkan kantor pusat procurementnya untuk seluruh dunia dari
New York (AS) ke Shenzhen.
Magnet ini kian komplet, ketika
industri-industri lainnya pun ikut hadir di Shenzhen, terutama industri
otomotif. Di Shenzhen lebih mudah menjumpai mobil mewah daripada di Jakarta.
Para pabrikan mobil mahal seolah datang untuk memenuhi kebutuhan warga Shenzhen
yang sudah mampu membeli mobil berkelas. Sebagai kota baru, Shenzen benar-benar
luar biasa. Jika dibandingkan dengan Jakarta, dari sisi jumlah gedung pencakar
langit, Shenzhen jauh melampaui Jakarta. Di Shenzhen gedung-gedung tinggi
jaraknya sangat rapat, berbeda dengan Jakarta yang hanya terkumpul di Kawasan
Segitiga Emas, Sudirman, Gatot Subroto, Thamrin, Kuningan. Jalan-jalan layang
seperti tak bisa lagi dihitung. Jalannya lebar namun relatif lancar.
Mobil-mobil yang berseliweran didominasi mobil-mobil Eropa kelas mahal.
Hotel-hotel di Shenzhen dipenuhi hotel kelas internasional. Ada Kempinski,
Sheraton, Shangri-La sampai Ritz Carlton Hotel. Hanya sayang, segala
infrastuktur yang demikian bagus tersebut nampaknya belum diimbangi dengan
perubahan kultur warga Shenzen. Di jalanan, masih banyak pengemudi yang
ugal-ugalan, sementara area publik seperti toilet umum, banyak tidak terawat.
Di sentra-sentra belanja, juga banyak pengemis yang mengikuti ke mana saja
wisatawan pergi. Masalah kultur pula yang membuat Shenzen belum menunjukkan
degup sebagai kota metropolis. Dengan populasi 12 juta, 4 juta di antaranya
tinggal di dalam kota, Shenzen sebagai kota besar praktis terkesan senyap.
Pusat-pusat hiburan belum segemerlap seperti di Shanghai. Mungkin masih perlu
waktu bagi Shenzen untuk menjadi kota semegah dan seberbudaya seperti
Singapura.
Shenzhen,
Kota yang berawal dari desa miskin
“Sebuah kota tidak akan pernah
selesai dan tidak akan pernah sempurna” , kutipan dari Zahnd tersebut memang
benar-benar dialami di seluruh kota di dunia. Salah satunya adalah Kota
Shenzhen. Kota Shenzhen merupakan salah satu kota metropolitan di Provinsi
Guangdong,China. Menurut Sejarahnya, Kota Shenzhen hanyalah desa nelayan yang
biasa bahkan termasuk desa miskin pada tahun 1970, namun Kota Shenzhen kini
menjadi kota yang luar biasa. Kota tersebut mengalami perkembangan yang pesat.
Dimulai dengan Kota Shenzhen yang dikembangkan menjadi Daerah Ekonomi Khusus
(DEK) pada tahun 1980, Kota tersebut berubah menjadi Kota Industri.
Dalam periode 30 tahun, Kota
tersebut mengalami perkembangan termasuk morfologi kotanya. Gedung-gedung
pencakar langit, Jalan-jalan yang dibangun dengan sangat lebar,bersih dan
teratur yang dihiasi dengan taman hijau yang memberikan kenyamanan pejalan kaki
serta dilengkapi infrastruktur modern, seperti sarana transportasi yaitu bus
dan subway, jembatan yang menghubungkan Shenzhen dengan Hongkong, maupun
bandara yang menghubungkan ke kota lain juga terus dikembangkan.Hal ini untuk
mendukung kegiatan indsutri dan ekonomi. Tidak hanya itu, Pusat rekreasi juga
banyak didirikan sebagai tempat tujuan kebutuhan masyarakat dan penambahan
investasi kota tersebut. Pemerintah Cina menjadikan Kota Shenzhen sebagai
wilayah berbasis produksi, riset, penelitian dan transaksi untuk produk-produk
teknologi, seperti televisi, komputer, peralatan komunikasi dan audiovisual
yang juga berpengaruh di dunia. Selain itu, Kota tersebut juga ikut
berpartisipasi memperhatikan lingkungan. Partisipasi tersebut menghasilkan
banyak penghargaan yang telah dicapai.
Salah satu program Kota Shenzhen
untuk mengurangi polusi, yaitu program bus tiga dimensi “3D Express Coach”.
Program ini juga dijadikan sebagai tindakan mengurangi masalah kemacetan,
karena semakin padatnya populasi di kota tersebut.
Kota Shenzhen memang benar-benar
kota yang bersifat modern, walaupun kota tersebut tidak memiliki gedung
berserajarah, akan tetapi sejauh ini mengalami perkembangan yang baik.
Perubahan menjadi kota modern juga diseimbangi dengan pedulinya kota tersebut
untuk memperhatikan lingkungan dan kenyamanan masyarakat. Maka dari itu,
mungkin Kota Shenzhen bisa dijadikan sebagai contoh dalam membangun kota-kota
di Indonesia, dengan pembangunan yang berdasarkan aspek fisik dan nonfisik yang
tidak menghilangkan sejarahnya, sebab dalam hal proses perubahan kota,
unsur-unsur non fisik turut serta mempengaruhinya bukan hanya fisiknya saja.
Perkembangan
Arsitektur
Di dalam museum terdapat sejumlah diorama
perjuangan tentara dan rakyat sekitar China membangun kota itu. Pembangunan
dimulai dengan membuat perbatasan kota, membangun jalan, terowongan, mendirikan
gedung hingga barang-barang ekonomi (produk industri) yang dihasilkan kota ini.
Dipajang juga patung perunggu Deng yang memegang sekop sebagai perlambang
dibangunnya kota Shenzhen. Banyak turis berpose di sini, bergaya memegang sekop
Deng, seakan turut "membangun" Shenzhen. Museum juga memajang tempat
tidur, perangkat mebel yang dulu digunakan Deng ketika menginap di sebuah hotel
saat mengunjungi Shenzhen, beberapa tahun setelah dibangun. Suasana hening museum, tiba-tiba berubah
gaduh. Serombongan murid SD usia 8-9 tahun berteriak gembira memasuki museum. Mereka
mengenakan rompi merah (warna resmi China), memegang pulpen dan kertas.
Anak-anak itu berebut melihat isi museum dan tertawa saat bertemu dengan
rombongan wartawan dari mancanegara, termasuk dari Afrika dan anak benua India
(India, Pakistan, Bangladehs, Nepal, Afganistan dan Srilangka). Keduanya jadi
saling membutuhkan