Minggu, 04 November 2012

DAMPAK DARI PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TANGGUNG JAWAB ARSITEK DAN MASYARAKAT






              MELIHAT kenyataan yang ada pada saat ini, terasa sangat sukar untuk menentukan jalan yang terbaik bagi perkembangan arsitektur. Begitu hebatnya arsitektur, meluncur secara cepat dengan gaya dan bentuk-bentuk barunya, mencoba menerjang arsitektur yang ada di negara kita. Sebaliknya, para arsitek kita (tidak semuanya) mencoba mengangkat dirinya sejajar arsitek besar semacam Le Corbusier, Frank Llyod Wright, Mies van der Rohe, dan sebagainya.
Usaha untuk mencari identitas nasional saat ini mulai berkembang, tidak hanya pada masalah kepribadian manusia tetapi juga arsitektur bangunannya. Bahkan Gubernur Jawa Tengah Ismail pada waktu itu, memerintahkan agar atap Rumah Sakit Prof. Margono Sukardjo di Purwokerto diubah atapnya menjadi atap joglo, sedangkan bangunan itu mempunyai gaya arsitektur Yunani, sungguh berani kebijakan Gubernur tersebut (Tempo 1 September 1984). Pada hal permasalahan yang nampak di sini adalah masalah arsitektur bukan masalah sosial dan kepribadian lagi, tapi karakter yang nantinya akan selalu dibawa oleh bangunan itu sesuai dengan bentuk dan fungsinya. Perancangan bangunan saat ini bukan memodernisir arsitektur, arsitektur adalah pemecah masalah. Di samping itu, juga ada unsur-unsur bentuk, pola, gaya, karakter, filosofi, dan sebagainya.

             Kalau kita lihat sejenak akan perkembangan arsitektur di Indonesia dewasa ini, maka sudah banyak bermunculan bangunan dengan corak dan ragamnya. Bentuk-bentuk spanyolan dengan kolom-kolom korintian bermunculan di kota-kota besar dan pelosok-pelosok desa, bahkan rumah-rumah BTN-pun yang mungkin masa pembayarannya belum lunas dirombak besar-besaran untuk diganti dengan model spanyolan. Sebagian besar bentuk spanyolan masih berfungsi dalam pengertian yang tidak lengkap, mungkin kita bisa bertanya dalam hati, dari mana jalurnya?
               Belum terlihat adanya penafsiran tentang ruang hidup dalam sebuah rumah tinggal, pada umumnya memang sulit karena tidak meratanya kebiasaan hidup pada masyarakat Indonesia. Di kota-kota besar, sejumlah rumah sudah mengikuti konsep Corbusier, namun kadang-kadang masih juga terganggu oleh kebiasaan-kebiasaan yang tidak biasa diterapkan di situ. Paling parah dari arsitektur rumah tinggal ini adalah caranya berkembang dan pertumbuhan coraknya. Hampir semua arsitek mengeluh karena tempatnya tidak karuan, bentuknya yang campur aduk.
Pembaruan dari konsep perancangan bukan berarti pembauran komponen bangunan yang hanya mengambil komponen dari berbagai macam langgam lain, maka akan menjurus pada “arsitektur eklektis”.

             Arsitektur hadir sebagai hasil persepsi masyarakat yang memiliki berbagai kebutuhan. Untuk itu, arsitektur adalah wujud kebudayaan yang berlaku di masyarakatnya, sehingga perkembangan arsitektur tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Pada saat ini, ketika perkembangan budaya dan peradaban sudah sedemikian maju, maka perkembangan arsitektur – terutama di Indonesia – nampak berjalan mulus tanpa ada saringan yang cenderung menghilangkan jatidiri.
             Arsitek sebagai salah satu penentu arah perkembangan arsitektur di Indonesia dituntut untuk lebih aktif berperan dalam menentukan arah dengan pemahaman terhadap nilai dan norma yang hidup di masyarakat sebagai tolok ukurnya. Selain itu, diperlukan pula kreativitas untuk menjabarkan rambu-rambu tradisional – sebagai suatu konsep yang telah lama dimiliki masyarakat – ke dalam bentuk-bentuk yang akrab dengan lingkungan dan mudah dicerna apa makna serta pesan yang akan disampaikan.
             Pada saat ini terasa sulit membedakan mana karya yang baik dan cocok untuk Indonesia, karena perkembangan arsitektur cenderung mengarah pada gaya ‘internasional’ yang tidak mempunyai ‘jati diri indonesiawi’-nya.


SUMBER : 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar